"Dimana tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya begitu seterusnya sehingga hal ini akan meneguhkan konsistensi dan kontinyuitas yang tidak hanya mandeg di tangan perupa," demikian urai Astuti. Â "Seni rupa juga harus dekat dengan rakyat dan pemangku kebijakan dalam hal ini Pemerintah sehingga seni rupa tidak hanya mendekam di ruangnya sendiri," lanjut Astuti menutup penjelasannya.
Pemicu Inspirasi dan Motivasi
Salah seorang peserta pameran, Jedid, menjelaskan pemicu inspirasi dan asal muasal dia melukis sebuah tokoh dalam lukisannya. Â Jedid melukis sebuah tokoh karena dia terkesan dengan tokoh yang dilukisnya serta kenal betul dengan keluarga tokoh tersebut. Â Tokoh yang dilukisnya itu meninggal, dia tidak bisa layat. Lukisannya itu merupakan suatu penghormatan kepada tokoh tersebut.
Astuti sebagai pengelola pameran ini menguraikan, mengapa ia melakukan koordinasi dengan para perupa sehingga terjadilah pameran dengan tajuk Gugur Gunung ini. Keterlibatan Astuti yang sejatinya adalah seorang dilandasi oleh sebuah motivasi bahwa seniman tidak saja berbicara di ruang tertutup, tetapi perlu juga melakukan komunikasi yang terbuka.Â
 Oleh karena itu, pameran ini sebagai wujud komunikasi yang terbuka itu dan juga sebagai kontribusi budaya yang memang perlu dilakukan oleh pekerja seni rupa kepada masyarakat.  Â
Perkuat Stigma sebagai Kota Seni
Pameran dengan tajuk Gugur Gunung ini pada akhirnya memang seperti memperkuat stigma seni yang melekat pada kota Yogyakarta. Â Tanpa atau dengan campur tangan pemerintah pun, pameran-pameran seni rupa, baik kolegial maupun individual terselenggara.Â
Dalam bulan yang sama, belum lama diselenggarakan pameran Memorabili Kustiyah kemudian sebelumnya pameran seni lukis di sanggar seninya Godod Sutejo selama bulan Suro yang bertepatan dengan bulan Agustus 2022, pameran para dosen/ guru senirupa oleh Subroto Sm dan kawan-kawan dan lain-lain.
Stigma seni kota Jogja memang istimewa. Â Jogja memang pantas menyandang gelar selain sebagai kota pelajar, dimana banyak pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah menimba ilmu di Jogja tetapi juga sbagai kota seni budaya. Â