Saat mengadakan pelatihan, saya menyampaikan pertama kali adalah teori-teori yang berkenaan dengan dasar-dasar seseorang melakukan pekerjaan memberi sambutan dan menjadi seorang MC di sebuah acara. Â Saya menyampaikan pengalaman-pengalaman saya selain hal-hal yang telah saya tulis dalam buku yang kualitas penerbitannya masih sangat sederhana ini.
Setelah itu, beberapa orang peserta pelatihan saya minta untuk maju menyampaikan sambutan, bisa dengan kata-kata mereka sendiri atau sekedar membaca dari contoh-contoh yang telah saya buat dalam buku tuntunan tersebut. Â Peserta pelatihan yang lain saya minta untuk mencermati dan nantinya memberi penilaian dan komentar terhadap penampilan rekan-rekannya.
Mereka Mengembangkan
Setelah acara pelatihan, saya perhatikan dalam berbagai kesempatan, ada fungsionaris gereja kami yang berusaha mengembangkan contoh-contoh yang saya tulis dalam buku tuntunan tersebut. Â Ada yang menulis ulang di sebuah kertas kemudian dalam kesempatan memberi sambutan, tulisan di kertas mereka baca dan mereka tambah-tambahkan kata atau kalimat yang sesuai dengan keadaan.
Namun ada pula yang membawa buku tuntunan itu langsung dan membacanya tanpa mengubah kalimat-kalimatnya. Â Bahkan ada seseorang yang mungkin karena tergesa-gesa atau groginya, semua yang tertulis di sambutan kematian dibaca semua. Â Sebagai imbuhan keterangan saja, dalam tuntunan sambutan saya menulis : ndherek bela sungkawa awit timbalanipun sadherek/bapak/ ibu...(ikut berbela sungkawa atas meninggalnya saudara/ bapak/ ibu...). Â Titik-titik itu harapannya diisi nama siapa yang meninggal. Â Kata-kata: saudara/ bapak/ ibu, itu seharusnya dipilih salah satu sesuai dengan siapa yang meninggal. Â Pada saat itu yang meninggal seorang bapak pensiunan tentara, tetapi oleh fungsionaris gereja yang memberi sambutan tadi, kata: "saudara/ bapak/ ibu" dibaca semua dengan ditambah nama yang meninggal.
Meski saya hanya mendengar, saya akan tahu kesalahan-kesalahan yang mungkin mereka lakukan jika yang mereka baca atau hafalkan berasal dari buku tuntunan sambutan yang saya berikan. Â Kesalahan-kesalahan kecil saya kira wajar, dengan sedikit feed back, maka akan menuju sebuah kesempurnaan. Â Saya berusaha menyampaikan hal-hal yang perlu diperbaiki dalam mereka memberi sambutan pada saat-saat yang kondusif dengan bahasa yang memotivasi.
Menangguk Keuntungan
Perhitungan ekonomi berapa biaya yang saya keluarkan dalam usaha menerbitkan sebuah buku dengan berapa keuntungan yang saya dapatkan dari hasil penjualan buku, nampaknya tidak signifikan untuk dibicarakan. Â Karena dalam penerbitan biaya sendiri, maka upah atau royalti pengarang selalu tidak diperhitungkan. Â Hitungannya sederhana, asal modal penerbitan bisa kembali sudah bersyukur.
Tetapi yang sering dirasakan oleh pengarang yang menerbitkan buku sendiri adalah kepuasan. Â Kepuasan sudah bisa mewujudkan keinginan membuat buku seperti yang direncanakan dan kepuasan melihat pengguna buku yang semakin antusias dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Â Terdorong oleh kepuasan itulah, kemudian saya membuat buku selanjutnya, tuntunan menjadi MC dan memberi sambutan secara khusus dalam acara pernikahan. Â Untuk menularkan ilmu itu, kemudian bekerja sama lagi dengan perhimpunan gereja tingkat klasis, kami melakukan pelatihan yang hampir sama dengan pelatihan sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H