Saya menulis apa saja di kompasiana. Â Kebetulan saya mempunyai ketertarikan di bidang opini, traveling dan tulisan fiksi. Â Jadilah saya menulis artikel humaniora, sosbud, reportase, traveling, diary, foody, resensi buku, cerpen dan puisi. Â Tentang tulisan cerpen, saya menulis genre cerpen yang serius dengan halaman yang panjang. Â Ternyata setelah saya amati, cerpen-cerpen yang diminati di kompasiana adalah jenis cerpen yang ringan, populer dengan halaman yang tidak terlalu panjang. Â Cerpen saya yang saya kira mendapat cukup banyak atensi adalah cerpen yang berjudul "Antrean Para Sandal".
Apa saja yang terlintas di pikiran, berusaha saya wujudkan menjadi sebuah tulisan. Â Saat di sebuah grup WA, ada seorang rekan yang dulu suka membuat lagu dan lagunya dinyanyikan oleh penyanyi populer Judika, saya langsung menulis hak kepemilikan sebuah lagu. Â Peraturan perundangan yang terkait dengan hal itu banyak saya comot dari media sosial dengan menyertakan data sumbernya. Â Ternyata tulisan itu dinilai oleh admin, kutipannya melebihi aturan yang ada. Â Dengan demikian, tulisan itu dicancel. Â Meski demikian, saya tidak berputus asa, dari tema tulisan yang sama, jenis tulisan saya ubah menjadi cerpen setelah ketentuan 4 jam berselang, tentu saja kutipan-kutipan saya ringkas. Â Tanggapan rekan-rekan dalam grup WA kami saat itu riuh rendah terhadap tulisan saya, dari semacam featured menjadi cerpen ini.
Memang ada perasaan malu, gemas dan merasa bersalah saat tulisan dicancel.  Tapi kebetulan juga sebelumnya, istri saya yang juga tertarik  menulis di kompasiana, Erna Widyaningsih, tulisannya juga belum lama dicancel.  Mungkin dia dicap sebagai plagiat atau apa ya namanya.  Sebenarnya menurut saya, salah teknis saja.  Dia pernah menulis di sebuah koran lokal, kemudian tulisan itu diupload di kompasiana tanpa menyertakan sejarah tulisannya itu.  Setelah itu dia menulis satu puisi dan selanjutnya sampai hari ini dia belum menulis lagi, agak jengkel nampaknya hehehe...Dia sebelumnya suka menulis, satu novel  telah dihasilkan dan diterbitkan oleh penerbit lokal di kota Solo.
Centang Biru Tunjukkan Kualitas?
Berdasarkan keterangan admin yang saya baca, kompanianer yang telah diverifikasi akunnya menjadi centang biru dinilai memiliki tulisan dengan nilai tertentu. Â Saya kutipkan langsung saja ya, apa yang disampaikan admin, semoga kutipan ini tidak melebihi ketentuan.
"Kompasianer yang mendapatkan label verifikasi adalah mereka yang artikel-artikelnya tidak diragukan lagi isinya. Bukan hanya karena keaktifannya dalam menulis di satu bidang atau tema, tapi juga semangatnya dalam menyuguhkan artikel berkualitas kepada para pembaca. Walhasil, setiap kali si Kompasianer menayangkan artikel baru, pembaca langsung mengingatnya sebagai Kompasianer yang memiliki perhatian pada bidang tertentu atau Kompasianer yang konsisten dalam berbagi hal-hal positif, menarik, dan bermanfaat lewat artikel dan ragam konten lainnya.
Kompasianer seperti inilah yang mendapatkan tanda verifikasi.
Harapan Kompasiana selaku pengelola, kami dapat menjaring Penulis berkualitas yang memiliki passion berbagi konten positif di Kompasiana, meningkatkan jumlah Penulis yang memiliki konten kredibel di mata pembaca, sekaligus meningkatkan jumlah Penulis yang mau menunjukkan jadi dirinya dan bertanggung jawab atas setiap tulisannya di Kompasiana.
Dengan adanya tanda tersebut, pembaca dapat dengan mudah mengasosiasikan sebuah artikel dengan penulisnya, ataupun menebak isi sebuah artikel yang sejalan dengan artikel-artikel yang pernah dia buat sebelumnya. Pembaca juga akan merasa nyaman menikmati konten dari Kompasianer Terverifikasi Biru karena sudah memaklumi kredibilitas penulisnya." (Kompasiana.com 14 Oktober 2014 diperbarui  15 Maret 2019)
Mantap kan Kompasianer dengan centang biru?  Saya tidak mengerti tentang hal ini sebelum membaca penjelasan notifikasi  harapan supaya saya menambah AU untuk mendapatkan status terverifikasi atau centang biru.
Semoga Beralih ke Centang Biru