Tenun Limo, Sajikan Kualitas Tenun Troso Khas Jepara
Oleh: Suyito Basuki
Jika suatu ketika Anda pergi ke Jepara, dari arah Semarang atau Kudus, sesampai di Pecangaan, Anda akan menjumpai lampu trafic light. Â Dari lampu trafic light itu, jika Anda belok ke kiri, maka Anda akan menemukan desa Troso yang masyarakatnya memproduksi kain khas Jepara yaitu kain Troso. Â Di sepanjang jalan, kiri maupun kanan akan terdapat toko-toko besar kecil yang menjajakan atau menjadi show room penjualan kain troso.
Toko-toko yang menjual kain troso ternyata tidak hanya terdapat di pinggir jalan raya saja. Â Tetapi di gang-gang juga terdapat toko-toko yang menjual kain troso ini. Â Toko Tenun Limo yang saya sambangi ini juga terletak di sebuah gang yang masuk ke dalam. Â
Pada masa lalu, mungkin ada pendapat, jika toko atau warung berada di pinggir jalan, maka mempermudah datangnya rejeki, karena pembeli dapat langsung melihat toko atau warung itu saat melintas. Â
Tetapi karena perkembangan zaman dan teknologi yang mengalami kemajuan pesat, toko atau warung yang ada di tempat yang menjorok masuk pun, bahkan melewati gang-gang yang sempit tetap bisa eksis menarik pembeli.Â
Dengan adanya internet, maka promosi yang dilakukan bisa melalui berbagai media sosial: Face Book, Instagram, Twitter dan lain-lain. Â Kualitas kain dan modifikasi motif yang diusahakan berubah dari waktu ke waktu, menyesuaikan keinginan pasar, menjadi kunci utama pembeli mengunjungi toko atau warung yang menjual kain troso ini.Â
Tenun Limo
Ditemui di outlet penjualan, Endang yang sudah membantu mengelola 10 tahun lebih di Toko Tenun Limo ini memberikan penjelasan perihal usaha troso Toko Tenun Limo ini. Â
Endang yang memiliki dua orang anak, SMA kelas 2 dan SD kelas 3 ini adalah saudara ipar pemilik Toko Tenun Limo yang bernama Jamal, yang saat ini menjadi carik di desa Troso. Â Jamal dan berlima bersaudara adalah anak dari seorang ayah yang mendirikan usaha toko yang menjual kain troso dan barang-barang seperti tas, pakaian jadi yang terbuat dari kain troso ini.Â
Endang menerangkan bahwa Toko Tenun Limo ini semula memiliki pengrajin sekitar 50 orang. Â Tetapi saat pandemi, karena mengalami penurunan pembeli, pengrajin hanya berkisar 15 orang. Â
Pada waktu pandemi, pembeli menurun drastis, karena memang tidak bisa lagi pameran seperti biasanya. Â Yang dikerjakan adalah pemasaran saat pandemi secara on line. Â Pameran biasa diadakan di Bandung, Surabaya, Jakarta dan Semarang. Â
Pameran dilakukan secaar rutin. Â Sebelum puasa kemarin mulai mengadakan pameran lagi, di Senayan Jakarta. Â Saat Puasa pameran di Citra Land Simpang Lima Semarang.Â
Penghargaan MURI
Atas aktifitas pameran dan pemrakarsa peragaan menenun oleh perajin tenun terbanyak, Tenun Limo mendapat Piagam Penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia untuk Pokdarwis Desa Troso dan Cluster Tenun Limo, di Jakarta 13 Juli 2019 yang baru lalu. Â
Ketua Umum MURI Jaya Suprana memberikan piagam penghargaan tersebut. Â Penerimaan penghargaan ini menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas dan layanan kepada pembeli lebih baik lagi.
Pembeli, menurut Endang berasal dari Jawa maupun luar Jawa, instansi-instansi seperti TNI, Kepolisian dan pelanggan di pameran.  Ada yang kulakan juga untuk dijual kembali. Saat mengirim biasanya 300 potong.  Pada waktu lebaran, ada peningkatan pembelian.Â
Tenun Limo ini sebelum pandemi omsetnya mencapai kira-kira 100 juta. Â Pada saat pandemi merosot 50 persen. Â Setelah masa vaksinasi, omset kembali naik. Â Yang dikeluhkan adalah persaingan harga antarperajin. Â Keluhan yang lain adalah harga benang sebagai bahan dasar pembuatan, naik terus, sementara harga kain standar, tidak bisa dinaikkan. Â
Paguyuban tenun Troso ada, tetapi tidak bisa menyepakati harga yang sama. Â Misal ada home industri yang saat itu butuh banget uang, pasti harga diturunkan dengan rendah sekali.
Perkembangan MotifÂ
Menurut Endang, motif tergantung pengrajin atau permintaan konsumen. Â Ada juga ide-ide dari aplikasi yang menjadi dasarnya. Â Pada era Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dan saat Gubernur Jawa tengah Bibit Waluyo, banyak orang memburu motif troso bergaris-garis dengan dasar warna biru yang disebut motif SBY. Â Karena waktu itu, SBY menggunakan baju troso dengan motif seperti itu.Â
Kejeniusan pengrajin kain trosolah yang kemudian membuat motif kain seperti itu. Â Sehingga booming, banyak instansi, terutama pendidikan yang membeli dan membuatkan seragam guru-gurunya dengan motif ini.
Nah sekarang ini, karena Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dalam beberapa kesempatan menggunakan baju dari kain troso dengan motif kuning agak kecoklatan, maka para pengrajin pun juga membuat kain dengan motif dan warna seperti itu. Â Tapi tentang pakaian baju Ganjar Pranowo yang memakai kain troso ini sebenarnya juga bermacam-macam motif dan warnanya. Â
Kadang ia terlihat memakai baju dari kain troso yang berwarna putih, kuning, merah motif garis-garis. Â Bupati Jepara, Dian Kristiandi, dalam keseharian dan kesempatan-kesempatan resmi sering menggunakan baju dengan bahan dasar kain troso, biasanya dengan dasar warna merah dan motif bergaris-garis. Â Bupati Jepara mengenakan baju kain troso ini tentu sebagai kebanggaan dan sekaligus mempromosikan karya putra daerahnya.
Menurut Endang, istri Ganjar Pranowo bersama keluarga pernah berkunjung di toko Tenun Limo ini saat liburan ke Jepara. Â "Ganjar Pranowo hanya bertemu di pameran-pameran yang diikuti oleh Tenun Limo ini," demikian ujar Endang mengakhiri keterangannya.
Maju terus usaha kain troso Jepara, semoga tidak saja mengindonesia, tetapi bahkan bisa mendunia!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H