Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hari Puisi Nasional: Fungsi Dulce dan Utile Puisi "Aku" Chairil Anwar

28 April 2022   06:18 Diperbarui: 29 April 2022   01:24 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Chairil Anwar, pelopor Angkatan 45 yang terkenal dengan puisi Aku dan tanggal wafatnya diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia.| Kemdikbud via Kompas.com

Oleh: Suyito Basuki

Renne Welek dan Austin Waren, dalam Theory of Literature (Terjemahan Noer Tugiman, 1970, h. 27) menyebutkan bahwa karya sastra memiliki fungsi dasar dulce dan utile. Kedua kata dulce dan utile ini merupakan rumusan Horatius untuk menyebutnya semula fungsi sebuah puisi. 

Istilah dulce mengisyaratkan bahwa puisi dapat memberi kesenangan tertentu baik bagi pencipta maupun pembacanya. Puisi yang tidak membawa kesenangan bagi penciptanya, maka tak ubahnya seperti pekerjaan tukang yang monoton dan menjemukan.

Sedangkan istilah utile menjelaskan bahwa karya seni tidak dikerjakan hanya sekadar pengisi waktu luang. Karya seni, dalam hal ini puisi dilahirkan dengan suatu maksud dan tujuan-tujuan tertentu. Dengan demikian, maka puisi atau karya sastra yang tercipta memiliki kegunaan-kegunaan bagi pembaca.

Puisi bak Agama

George Santayana, seorang filosof, novelis dan penyair Amerika kelahiran Madrid yang menghabiskan sisa hidupnya di Roma menyebutkan bahwa sastra memiliki kegunaan besar bagi pembaca.

Sastra menurutnya adalah semacam agama dalam bentuknya yang tidak jelas, tanpa memberikan petunjuk tingkah laku yang harus diperbuat pembacanya dan tanpa ekspresi ritus. (Suyitno, Sastra, Tata Nilai dan Eksegesis, Yogyakarta: Hanindita, 1986, h.4). Pada akhirnya dapat dikatakan dari segi aspek kegunaan, sastra dapat menjadi pedoman hidup bagi pembacanya.

Sastra dengan demikian memiliki tuntutan yang ideal bahwa karya sastra harus hadir sebagai bentuk yang menyenangkan bagi pembaca dan pencipta serta berguna juga bagi pembaca maupun penciptanya. 

Suatu contoh, WS Rendra ketika mencipta puisi pamfletnya Potret Pembangunan dalam Puisi, memiliki arah pemikiran yang jelas terhadap karya-karyanya. Dalam kumpulan puisinya tersebut, Rendra ingin menunjukkan realitas-realitas sosial Indonesia yang perlu lebih dipahami oleh pembaca. 

Misal saja dalam puisi "Seonggok Jagung", Rendra melukiskan suatu fenomena sosial Indonesia yang saat itu sudah tidak asing lagi bahwa banyak anak sekolah yang tercerabut dari akar kebudayaan desanya dan resah dengan masa depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun