Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Sutradara Film Hanung Bramantyo Bertanya Religi R.A. Kartini

21 April 2022   09:21 Diperbarui: 21 April 2022   10:25 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara ini, satu-satunya sumber yang saya dapatkan yang menyatakan bahwa Kartini remaja pernah datang ke gereja kami adalah dari buku: Panggil Aku Kartini Saja karangan Pramoedya Ananta Toer.  

Dikisahkan dari buku itu, setelah Kartini bebas dari pingitan, maka Kartini diajak ayahandanya dengan naik kereta pergi ke Kedungpenjalin untuk menghadiri sebuah acara gereja.  Pramoedya Ananta Toer menulis cukup rinci akan hal ini:

"Hari masih pagi waktu itu, dan itulah pagi 'untuk pertama kali setelah meninggalkan sekolah, aku melihat kembali dunia luar'.  Kartini dan  adik-adiknya yang juga dibebaskan menjalani upacara pembebasannya secara agak aneh, sekalipun lebih bersifat kebetulan.  Dengan berkereta mereka pergi ke Kedungpenjalin, menghadiri pentahbisan sebuah gereja baru!  Itulah pula buat pertama kali Kartini menghadiri kebaktian Nasrani, 'dan segala yang kami lihat dan dengar di sana, meninggalkan kesan dalam pada kami'.  Rupa-rupanya asosiasi antara pembebasan dan pentahbisan gereja itu sangat kuatnya.  Karena peristiwa yang sudah lama terjadi itu di kemudian hari masih juga segar-bugar di dalam ingatannya.  Dan asosiasi ini di kemudian hari pun menyebabkan Kartini dengan tulusnya dapat menghargai agama Nasrani." (h. 77)

Dalam buku: Kartini, Sebuah Biografi, karangan Sitisoemandari Soeroto, disebutkan tentang pertemuan Kartini saat berkunjung ke Batavia bersama keluarganya dengan Dr. Adriani perlu ditambahkan di sini.  Oleh Nyonya Abendanon, keluarga Kartini diperkenalkan dengan Dr. Andriani, pendeta Kristen dan ahli bahasa yang termasyhur, yang bertahun-tahun bekerja di tengah suku bangsa Toraja di Sulawesi Selatan yang pada waktu itu sedang mengadakan perjalanan keliling Jawa dan Sumatera.  Dr. Adriani, diundang khusus oleh Nyonya Abendanon makan malam bersama tamu-tamunya dari Japara itu. (h. 225)

Dr. Adrian menulis kepada Nyonya Nellie van Kol, bahwa pertemuannya yang hanya semalam itu, membuatnya seketika tertarik kepada mereka.    Kepada istrinya, Dr. Adriani menulis bahwa ia "senang sekali dapat bertemu bercakap-cakap secara bebas dan terbuka dengan seorang wanita Jawa yang sama sekali tidak canggung sikapnya."  

Dr. Adriani diundang untuk berkunjung ke Jepara, namun Dr. Adriani tidak bisa memenuhi undangan tersebut, karena ia harus segera kembali ke Sulawesi Tengah.  Dari Sulawesi, Dr. Andriani disebut mengirimkan beberapa karangan dan sempat terjadi korespondensi atau surat menyurat dengan Kartini. (h. 226).

Apakah kedua peristiwa, yakni saat Kartini berkunjung ke gereja Kedungpenjalin, kemudian ada kelanjutan komunikasi antara Pendeta Johan Hubbert dengan Kartini atau keluarga  belum diketahui.  Demikian pula  pertemuan Kartini yang berlanjut pada korespondensi  antara  Kartini dengan Dr. Adriani, sehinga apakah ada percakapan bersifat rohani di antara mereka, belum ada tulisan khusus juga yang mengupas hal itu.

Namun yang jelas, bahwa penghargaan Kartini terhadap kaum Nasrani luar biasa.  Hal ini bisa dilihat keinginan Kartini saat kecewa dan stres berat karena keinginannya menjadi pembantu majalah Belang en Recht (Kepentingan dan Hak) terbitan Netherland, ditolak ayahandanya.  Padahal saat itu, dia sudah masyhur sebagai seorang pengarang yang mulai diperhitungkan.  

Dalam kondisi penuh dengan kekecewaan itu, Kartini bertekat melarikan diri ke komunitas Kristen Protestan yang ada di Mojowarno Jawa Timur.  Pada saat itu memang kekristenan mulai berkembang di Mojowarno dan ada seorang missi dari Belanda di sana yang bernama Jelle Eeltje Jellesma.

Pramoedya Ananta Toer mencatat percakapan lewat surat antara Kartini dengan sahabatnya, seorang keturanan Yahudi-Belanda yang bernama Estelle Zeehandelaar.  Kata Kartini: "Benarkah kau menganggap Mojowarno mengerikan?  Coba, apakah yang lebih baik, menjadi gila di rumah ini, ataukah mencari pengobatan bagi luka-luka jiwa kami dengan suasana cinta-sesama?  Ke sana jugalah perginya kalau keinginan-keinginan kami tak bisa dipuaskan, jadi tidak lebih lama lagi kami terkungkung, terkurung oleh kekerdilan-kekerdilan dari kedangkalan-kedangkalan jiwa.  Kami  pada dasarnya orang yang bersemangat untuk menyesuaikan diri dalam suasana yang kami jijiki dan muak dengan hati dan jiwa kami.  Bukan musuh dari luar yang melumpuhkan kami, itu kami tiada takut barang sedikitpun; tapi yang dari sini dari dalam sini yang menggerumit di dalam jiwa, hati, dan otak kami." (212)

Selanjutnya kata Kartini yang mencerminkan hatinya yang galau dahsyat: "Ayoh , katakanlah kau tiada kecewa, putus asa, berduka cita, sekiranya menerima surat-surat dari aku, dan untuk seterusnya, menulis surat-surat kepadaku dengan alamat Mojowarno.  Ayolah, Stella, berilah hiburan itu. Ayoh, relakanlah aku...kami yakin bahwa lingkungan yang mulia, suci dan cinta sesama dengan melupakan diri sendiri itu akan menyembuhkan luka-luka hati dan luka-luka jiwa kami, dan akan mencucikan diri kami.  Bahwa kami akan datang ke sana dengan hati robek-robek dan jiwa luka parah, tiada kan dapat diragukan lagi, tapi Mojowarno sama sekali tiada bersalah tentang hal ini..." (h. 213)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun