Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pameran Lukis Ngrumat, Ada Gambar Mbah Marijan dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX

6 April 2022   09:16 Diperbarui: 6 April 2022   09:19 2641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Angkara Murka karya Riski Firmansyah (Dok.Pri)

Pameran Lukis Ngrumat, Ada Gambar Mbah Marijan dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX 

Oleh: Suyito Basuki

Bertempat di Gedung Taman Budaya Yogyakarta (TBY), sejumlah mahasiswa Program Studi Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengadakan pameran, 2-6 April 2022.  Pameran seni rupa ini bertajuk "Ngrumat".  

"Ngrumat"  adalah kata bahasa Jawa yang berarti merawat.  Menurut Ketua Panitia, Muhammad Yasin, kata ngrumat yang dipakai dalam pameran ini, bermaksud ingin mengembalikan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang semakin luntur dengan kemajuan teknologi yang serba cepat saat ini.  

Dia berharap budaya-budaya yang sudah luntur tadi yang diyakini sebagai suatu kearifan dapat dibangkitkan kembali.  Inilah esensi dari pameran yang bertajuk ngrumat, yakni merawat budaya masyarakat.

Tajuk Ngrumat (Dok.Pri)
Tajuk Ngrumat (Dok.Pri)

Merawat Budaya

Memang terlihat dalam pameran terpajang berbagi lukisan dengan berbagai tema.  Ada  lukisan bertemakan alam, hasil budaya seperti keris, wayang menjadi obyek lukisan.  

Kita tahu bahwa keris merupakan salah satu peninggalan leluhur yang mungkin saja masyarakat, terutama generasi muda sudah melupakannya.  Budaya wayang mungkin agak berbeda sedikit.  

Meski wayang juga sudah mulai ditinggalkan bahkan ada yang menganggap haram, namun dengan munculnya dalang muda Ki Seno Nugroho, ternyata banyak menarik minat generasi muda untuk kembali mencintai wayang.  

Seorang mahasiswa peserta pameran, Ridwan Nurohman menggambar  Ranjaban dan Wisanggeni gugat ke kahyangan Suralaya menghadap Bathara Guru ini mengaku senang menonton dan mendengarkan pertunjukan wayang kulit, terutama yang dibawakan oleh Ki Seno Nugroho.  

Sayang sekali Ki Seno Nugroho meninggal dalam usia yang relatif masih muda belum lama ini. Selain itu ada hasil karya instalasi batik dengan motif daun yang pembuatannya ditempelkan pada kain dengan dilindas memakai metode ecoprint supaya menghasilkan guratan daun yang indah.  

Sekedar tahu saja, bahwa Ranjaban mengisahkan Abimanyu putra Harjuna tewas di medan laga barata yuda, yakni peperangan besar antara Pandawa melawan Kurawa.  Mereka berperang karena memperebutkan kerajaan Hastina yang dikuasai oleh Kurawa, padahal negara itu haknya para Pandawa.

Turut mengapresiasi pameran ini, Godod Sutejo seorang pelukis Jogja yang beberapa kali menjadi panitia FKY (Festival Kesenian Yogyakarta).  Godod Sutejo menghargai para mahasiswa  calon guru seni rupa yang tengah mengadakan pameran.  

Godod Sutejo yang lahir dan besar di kalangan guru berharap, dengan pameran lukisan ini para mahasiswa nantinya akan menjadi  guru ini bisa mengembangkan budaya dan memberikan wawasan kepada masyarakat supaya tidak salah dalam merawat budaya.  

Saat sampai di depan lukisan yang menampilkan keris-keris, Godod Sutejo yang adalah juga pegiat pelestarian dan pembuatan desain keris-keris di Jogja malah sempat menerangkan kepada pengunjung pameran tentang pamor-pamor keris.  

Pamor-pamor keris yang tersaji di karya instalasi itu disebutkannya antara lain memiliki pamor untu walang, udan mas, tiban dan lain-lain.  Kepada panitia Godod Sutejo berpesan supaya pameran mendatang lebih dipersiapkan lagi.  

Godod Sutejo menyebut perlunya seorang kurator yang menulis dan mengapresiasi lukisan yang dipamerkan.  Di lingkungan UNY Godod menyebut nama Hajar Pamadi yang adalah dosen Seni Rupa FKIP-UNY sebagai kurator lukisan yang baik.

Godod Sutejo saat mengomentari lukisan Yahya Kumarawangi (Dok.Pri)
Godod Sutejo saat mengomentari lukisan Yahya Kumarawangi (Dok.Pri)

Rupa-rupa Lukisan yang Menginspirasi

Beberapa komentar pengunjung perlu dicatat: Fai seorang mahasiswi jurusan teknik tata rias mengunjungi pameran karena  yakin ada hal baru yang bisa dipelajari dalam setiap pameran seni rupa seperti saat ini.  

Sementara Bela yang datang bersama dengan Fai, seorang mahasiswi ekonomi, mengaku sudah dua kali datang melihat pameran ini.  Dia tertarik karena yakin bahwa setiap lukisan memiliki latar belakang cerita yang dapat ia pelajari dan diambil maknanya.

Terdapat lukisan yang berjudul "Teteg".  Menurut Putra Andy Purnama pelukisnya, karyanya ini terinspirasi dengan ketaatan Mbah Marijan terhadap dhawuh (perintah) Sri Sultan Hamengkubuwono IX penguasa Kraton Jogja, yang saat itu memerintahkan Mbah Marijan menunggu Gunung Merapi. 

Mbah Marijan mendapat nama kehormatan Raden Ngabehi Surakso Hargo oleh lingkungan Kraton Jogja  Saat Gunung Merapi meletus, karena tanggung jawab, Mbah Marijan tetap berada di lingkungan kampungnya Kinah Rejo Cangkringan.  Mbah Marijan meninggal  26 Oktober 2010 karena awan panas yang turun dari Gunung Merapi menyapu kampungnya.  

Seorang peserta pameran lukis, Yahya Kumarawangi, di tengah berbagai tema lingkungan, budaya dan lain-lain, memilih tema yang agak unik, yakni tema rohani.  

Dalam lukisan yang menggunakan pensil ini ia melukis peperangan Daud melawan Goliat dan pertemuan Daud dengan Abigael.  Kedua lukisan ini terinspirasi dari cerita yang terdapat di alkitab Pernjanjian Lama.  

Dengan karya lukisannya ini, Yahya Kumarawangi seolah ingin menunjukkan juga perlunya kita ngrumat (merawat) alam rohani sekaligus merawat seni budaya warisan nenek moyang ini.

Lukisan Angkara Murka karya Riski Firmansyah (Dok.Pri)
Lukisan Angkara Murka karya Riski Firmansyah (Dok.Pri)

Seorang peserta pameran, Riski Firmansyah melukis Dasamuka saat gandrung dengan Dewi Sinta dan Dasamuka saat marah kepada kera yang adalah bagian dari pasukan Prabu Rama.  

Nampak  dalam lukisan dengan judul Angkara Murka, Prabu Dasamuka menginjak tubuh pasukan kera dengan muka bengis menggigit senjata yang siap dihunjamkan ke tubuh si kera.  

Nampaknya Riski ingin menggugah kembali ingatan kita bahwa dalam cerita Ramayana, dikisahkan Prabu Dasamuka atau Rahwana yang menculik Dewi Sinta yang adalah istri Prabu Rama.  

Prabu Rama dengan dibantu oleh pasukan kera pimpinan Sugriwa berusaha merebut kembali Dewi Sinta.  Terjadilah pertempuran antara Pasukan Prabu Dasamuka dari Alengkadiraja melawan pasukan kera Prabu Rama dari negara Pancawati.  Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Prabu Rama.  

Hanoman menjadi pahlawan karena berhasil mengalahkan Prabu Dasamuka dengan menanam Prabu Dasamuka di sebuah gunung.  Konon gunung itu adalah Gunung Ungaran yang terletak di Kabupaten Semarang yang kita kenal sekarang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun