Selain itu, kami juga diajak masuk kesebuah tempat yang dapat merasakan hembusan angin kencang pada masa bencana itu. Â Kami menghadapi baling-baling yang semakin lama semakin kuat dan kencang tekanan anginnya. Â Kami harus memakai sebuah kaca mata plastik dan disediakan pegangan untuk tangan, supaya kalau oleng oleh karena tekanan angin, kami tidak jatuh. Â
Sore harinya bertemu dan makan bersama dengan para pemuda remaja gereja Mennonite di Ouddorp. Â Jumlah mereka tidak begitu banyak, tetapi dibanding dengan gereja-gereja mennonit di Belanda, jumlah mereka termasuk lumayan. Â Problem umum yang dihadapi oleh gereja mennonit di Belanda adalah semakin minimnya dukungan anak muda terhadap gereja.
Minggu 20 September kami beribadah di gereja Mennonite di Ouddorp. Â Kami menyanyi lagu: "Monggo Ndherek Gusti." Â Selain kami menyanyi di ibadah umum, kami juga diminta menyanyi di kebaktian sekolah minggu. Â Mereka nampak sangat senang dengan penampilan kami. Â Saya bermain gitar dan ikut bernyanyi bersama tim delegasi.Â
 Dalam acara minum kopi dan makan snack, kami diminta memberikan presentasi.  Saya menyampaikan presentasi tentang GITJ dan tantangannya.Â
 Setelah makan siang, maka kami diantar oleh Alle Hoekema dan Gerlof Born ke Bandara Schiphol.  Sebelumnya kami diajak mampir lahan pertanian milik Cor Joppe.  Cor Joppe adalah warga jemaat mennonit di Ouddorp.  Yang unik adalah, Cor Joppe mempekerjakan orang-orang cacat fisik atau penyandang disabilitas untuk menggarap lahannya. Ternyata di Bandara juga ada Henk Stenvers. Â
Ketiganya mengantar kami menuju pesawat KLM  809 yang kemudian membawa kami kembali ke Indonesia. Kami sampai di Bandara Sukarno Hatta Jakarta dengan selamat pada hari Senin, 21 September 2015 sekitar jam 17.25. Terima kasih kami ucapkan kepada Sinode ADS (Algemene Doopgezinde Society)  dan MCC (Mennonite Central Commite) Indonesia, Sinode GITJ (Gereja Injili di Tanah Jawa) dan Sinode GKMI  (Gereja Kristen Muria Indonesia) yang telah mengusahakan & memfasilitasi dan mendoakan kami sehingga Tim Delegasi Indonesia  bisa melakukan perjalanan ke Belanda.  Banyak hal yang sudah kami pelajari, khususnya tentang penatalayanan gereja.Â
Follow Up Pertukaran Kunjungan antara gereja-gereja Mennonite di Belanda dan gereja-gereja Mennonite di Indonesia:
- Pada dasarnya gereja lokal maupun ADS (Algemene Doopgezinde Society) Â sangat berharap ada kerja sama dengan gereja-gereja mennonit di Indonesia. Â Hanya saja, rupanya kerja sama itu diharapkan bukan pada pembangunan fisik, tetapi lebih ke arah program-program kegiatan bersama. Â Model yang diharapkan adalah "share", tidak sepenuhnya dibebankan kepada ADS/ gereja lokal Belanda. Â Alurnya, proposal melalui ADS, baru kemudian ADS akan meneruskan ke lembaga-lembaga yang dituju.
- Perlu mengadakan proyek-proyek sosial untuk menunjukkan bahwa gereja hadir di tengah masyarakat. Â Selain itu juga perlu memperhatikan dan melibatkan orang-orang yang tidak diperhitungkan oleh lingkungan. Â Dengan demikian kasih Tuhan, sungguh-sungguh dinyatakan.
- Gereja-gereja lokal (setempat) di Indonesia perlu mendokumentasikan kegiatan-kegiatannya dalam bentuk laporan tertulis atau arsip-arsip yang baik. Â Pada masa yang akan datang, akan ada hal-hal yang dapat dijadikan sebagai barang museum yang akhirnya dapat dipelajari oleh generasi penerus gereja yang akan datang.
- Antara gereja lokal dan sinode perlu saling membantu. Â Gereja lokal mendukung dalam pendanaan, sehingga kegiatan secara sinodal dapat berjalan. Â Demikian pula sinode membantu gereja lokal melakukan pelayanan kepada jemaat dengan program-program sinode yang memberdayakan. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H