Nah saat itu kami sedang mengalami kemacetan dan kendaraan berjalan pelan dalam jalan yang menanjak. Â Tiba-tiba saja Bu Tri berkata,"Kok sepertinya bau kampas ya?" Â Saya juga membaui bau kampas rem yang menyengat. Â Saya bilang,"Wah tahu begini kita tadi lewat jalan tol ke arah Bawen saja ya?"Â
Saya tetap fokus dalam mengendarai mobil mungil saya. Â Kendaraan ini seperti sebuah perahu kecil di antara truk-truk yang besar di depan dan di belakang kami. Â
Bau menyengat itu tidak saya hiraukan. Â Saat itu perneleng mobil di posisi 2. Â Karena pertimbangan supaya pedal gas tidak diinjak terlalu kuat dan suara mobil tidak terlalu mengerang, maka persneleng saya ganti ke persneleng 1. Â Saat saya ganti persneleng 2 ke 1 itulah tiba-tiba terdengar suara, "Glodak!", dan seketika mobil berhenti tidak bisa jalan. Â
Sedikit panik, hand rem saya lakukan supaya mobil tidak meluncur ke belakang. Â Persneleng saya ganti ke persneleng dua, mobil bisa sedikit jalan, tapi kemudian macet lagi, mesin masih mengerang menyala.
Bu Tri saya minta turun. Â Dengan sigap ia turun dan menepi di depan sebuah pabrik. Â Saya mencoba tenang dan berpikir, apa yang harus saya lakukan dalam situasi seperti ini? Â Klakson-klakson mobil atau motor menyalak di belakang atau di samping mobil kami. Â Gelisah juga hati ini, tetapi ya mau bagaimana lagi? Â
Akhirnya saya memiliki pemikiran, bahwa mobil harus menepi supaya tidak mengganggu arus perjalanan kendaraan yang ada di belakang mobil kami. Â Akhirnya saya berteriak minta tolong kepada seorang bapak yang rupanya sedang menjemput istri atau anaknya yang bekerja di pabrik, mungkin pabrik tekstil yang berada di pinggir jalan sebelah kiri mobil kami. Â Akhirnya 2 orang bapak mencoba menepikan mobil kami di tengah rintik hujan. Â
Rupanya belum kuat tenaga mereka. Â Sempat berhenti dan mereka kembali ke tempat posisi mereka semula. Â Saya sempat bingung bagaimana ini? Â Akhirnya kedua bapak itu mendapat bantuan seorang bapak yang lain, mendorong mobil hingga mobil bisa ditempatkan di depan gerbang pabrik, di tempat yang cukup aman. Â Saya bernapas lega, kendaraan, truk, mobil station, mobil pick up dan motor-motor bisa melaju dengan lancar, meski mereka tidak bisa melaju dengan kencang.
Bu Tri sebetulnya saya minta untuk pulang saja dengan naik angkutan yang ada. Â Namun dia malah bertanya,"Kalau saya pulang, bapak dengan siapa di sini?" Â Bu Tri kemudian menelpon bengkel toyota terdekat. Â Hari sudah merangkak malam. Â Bengkel toyota datang, namun setelah melihat bahwa mobil kami merk Suzuki, maka kami disarankan menelpon bengkel Suzuki di Ungaran supaya menderek dan menangani perbaikan mobil. Â
Sebelumnya tenaga bengkel toyota itu menelponkan jasa derek mobil untuk membawa ke rumah teman bu Tri yang berkisar 1,5 kilometer dari tempat kejadian. Â "Tukang dereknya minta 500 ribu," demikian kata tenaga bengkel toyota tersebut. Â Saya dan bu Tri berpikir,"Terlalu mahal". Bu Tri kemudian telpon kepada Pak Frans rekannya. Â Oleh teman Bu Tri, yang bernama Pak Frans tadi, mobil kami akan ditarik dengan mobil rekan Pak Frans yang bernama Pak Asmuni.
Kami menunggu cukup lama karena ternyata Pak Asmuni sedang sholat magrib dulu dan lanjut dengan aktivitas wiridan. Â Menjelang bulan Puasa, pastilah aktivitas keimanan berusaha ditingkatkan untuk menyambut datangnya bulan Ramdhan. Â Akhirnya Pak Frans dan Pak Asmuni rekan bu Tri tadi datang. Â Mobil kami lalu ditarik. Â
Pak Frans rupanya sudah pengalaman dengan mengatur jalan karena sehari-hari dia melakukan pekerjaan sosial menyeberangkan anak sekolah, karyawan, ibu rumah tangga yang menyeberang di jalan tidak jauh dari rumahnya. Â