Pendapat Aristoteles ini mematahkan pendapat gurunya, yakni Plato tentang teori mimesis ini. Â Plato memandang bahwa karya seni hanya merupakan penjiplakan saja dari sebuah benda. Â Tetapi tragisnya, jiplakan itu tidak memiliki nilai lebih dibanding nilai benda itu sendiri. Â Menurutnya, setiap memiliki ide yang asli, sedangkan karya seni adalah tiruan dari benda asli itu. Â Karya seni dipandangnya sebagai suatu ilusi tentang kenyataan yang jauh dari kebenaran. Â Secara sinis Plato memandang bahwa karya seni lebih tinggi nilainya dibanding dengan barang-barang buatan tukang. Â Karya tukang meski prosesnya melalui peniruan juga, namun dapat disentuh dengan panca indra. Â Menurut Plato, hal inilah yang merupakan kelebihan karya tukang dibanding karya seni.
Burung-Burung Manyar, Pengakuan Pariyem dan Ziarah
Teori Creatio dapat pula membantu pemahaman masalah hakekat sastra. Â Pada dasarnya teori Creatio ini mengatakan bahwa karya sastra memiliki unsur-unsur fiktif meski gejalanya adalah sebuah realitas. Â Meski novel Burung-Burung Manyar karya Y.B Mangunwijaya merupakan novel yang berusaha berpijak pada pada pengalaman sejarah, namun kita tidak dapat dapat menjumpai tokoh Setadewa dan Larasati yang masing-masing mempertahankan diri untuk tidak menikah walaupun masing-masing saling mencintai. Â Masing-masing mempertahankan ideologinya dengan teguh. Â Jelas bahwa Setadewa dan Larasati merupakan dunia ide Y.B Mangunwijaya. Â Secara realitas, sulit dijumpai dalam kehidupan nyata.
Demikian pula halnya dengan tokoh Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Â Orang sulit mengerti dan menerima bahwa Pariyem adalah seorang wanita yang sungguh-sungguh pasrah ketika diperlakukan tidak senonoh oleh juragan mudanya. Â Dia tidak menolak, bahkan mau meladeninya dengan baik.
Juga, orang tidak akan habis mengerti dengan tingkah nyentriknya tokoh Pelukis dalam novel Ziarah karya Iwan Simatupang.  Tokoh Pelukis ini dikisahkan selalu berjalan di tikungan, hanya untuk bertemu dengan istrinya.  Padahal dia tahu bahwa istrinya sudah meninggal.
Memahami hal-hal semacam itu, pembaca harus kembali pada pijakan bahwa sastra adalah dunia kreasi, fiktif yang memilki realitasnya sendiri. Â Meski karya-karya sastra itu semula diciptakan karena sentuhan realitas kehidupan para sastrawan. Â Karya sastra adalah sebuah mimetik atau peniruan, tetapi memiliki realitas fiktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H