Kumbakarna
Kumbakarna adalah adik dari Prabu Rahwana. Â Kumbakarna berbadan besar, dan terlahir sebagai raksasa. Â Namun meski demikian, hatinya baik, melebihi kebaikan hati seorang manusia. Â Kumbakarna tidak setuju dengan perilaku kakaknya yang menculik Dewi Shinta istri dari Prabu Rama. Â Sehingga sebagai protes, Kumbakarna pergi meninggalkan kerajaan Alengka untuk bertapa.
Saat peperangan terjadi, maka Prabu Rahwana membangunkan Kumbakarna dari pertapaannya. Â Prabu Rahwana meminta supaya Kumbakarna menjadi panglima perang bagi kerajaan Alengka. Â Dalam hati sebenarnya Kumbakarna tidak setuju dengan peperangan yang terjadi akibat ulah angkara murka kakaknya. Â Tetapi setelah didesak oleh kakaknya dengan mendeskripsikan potensi kehancuran kerajaan Alengka akibat kemungkinan kekalahan yang diderita, maka timbulah semangat juang Kumbakarna untuk membela negaranya, meski sebenarnya sangat jahat para pemimpinnya. Â Meski Kumbakarna sempat berjaya di peperangan, tetapi akhirnya kalah dan matilah dia sebagai pahlawan di medan laga.
Pelajaran yang mau disampaikan oleh KGPA Mangkunegara IV  dengan mengambil tokoh Kumbakarna sebagai teladan heroik adalah keinginan Kumbakarna dalam membela negara, tidak masalah dengan baik buruknya negara.  Dalam bahasa Inggris ada istilah "Right or wrong is my country"!  Dalam masa seperti sekarang ini memang sangat menyenangkan para pejabatnya  jika ada banyak  warga negara yang membela negaranya meski negara penuh dengan pejabat yang korup dan menyengsarakan rakyat.  Hal ini adalah sebuah peluang majunya sebuah negara.  Seharusnyalah negara kemduian mengimbanginya dengan memberi kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakatnya, serta perbuatan korup haruslah dihentikan segera.
Adipati Karna
Adipati Karna atau Surya Putra adalah anak dari Dewi Kunthi hasil perselingkuhannya dengan Dewa Surya, dewanya matahari. Â Saat itu Dewi Kunthi masih perawan alias belum menikah. Â Karena rasa malu, maka Karna dibuang di sungai dan ditemukan oleh seorang kusir kerajaan Hasstina yang bernama Adirata.
Setelah Dewi Kunthi menikah dengan Pandhudewanata, lahirlah ketiga putranya yakni: Yudistira atau Puntadewa, Bratasena atau Werkudara dan Arjuna atau Janaka. Â Pandhudewanata menikahi Dewi Madrim, melahirkan dua orang anak laki-laki yakni Nakula dan Sadewa. Â Puntadewa, Bratasena, Arjuna, Nakula dan Sadewa inilah yang kemudian disebut satria Pandawa.
Karna kemudian menghamba kepada Prabu Duryudana, raja kerajaan Hastina, putra Adipati Destarastra.  Prabu Duryudana ini memiliki adik yang berjumlah 99 orang, sehingga total anak dari Destarastra dan Dewi Gendari ini ada 100 orang!  Inilah yang kemudian disebut sebagai Kurawa.  Kurawa mempertahankan kerajaan Hastina yang akan diminta kembali oleh Pandhawa.  Pada waktu Pandhudewanata akan meninggal, saat itu  kelima anaknya masih kecil, maka kerajaan dititipkan ke kakaknya, yakni Adipati Destarastra dengan pesan, jika kelak kelima anaknya sudah dewasa, hendaknya kerajaan Hastina dikembalikan kepada anak-anaknya.  Namun kenyataannya, kerajaan Hastina tidak dikembalikan kepada Pandawa tetapi tetap dipertahankan mejadi hak milik Kurawa.
Kemudian terjadilah peperangan besar yang disebut Barata Yuda, yakni peperangan para kestria keturunan trah Barata, memperebutkan kerajaan Hastina. Â Karna yang memiliki keahlian perang kemudian direkrut menjadi panglima perang kerajaan Hastina. Â Dalam peperangan, Adipati Karna berhasil menewaskan salah seorang putra Pandhawa yakni Raden Gatotkaca. Â Namun kejayaan Adipati Karna tidak bertahan lama saat berhadapan dengan Arjuna yang adalah adik kandungnya, hanya beda bapak. Â Arjuna berhasil melepaskan panah dan menjadikan Adipati Karna ini mati di medan laga sebagai pahlawan perang kerajaan Hastina.