Bu Sri terkenal rajin menghadiri undangan pernikahan, istilahnya uleman di kota kami. Â Biasanya ia datang dengan suaminya. Â Untunglah suaminya seorang wiraswastawan, sehingga waktunya longgar, sewaktu-waktu diminta sang istri untuk mengantar, ia siap sedia. Â Suaminya saya dengar memiliki usaha meubel kecil-kecilan. Â Mengambil barang meubel di tempat pengrajin barang-barang mentah kemudian ia finishing. Â Selanjutnya barang rumahan tersebut ia kirimkan ke perusahaan atau perorangan, sesuai permintaan. Â Namun harus diakui, bisnis meubel sedang sepi di kota kami, sehingga keuntungan sulit didapatkan.
Perihal mengapa bu Sri sampai kena skorsing, akhirnya saya dapatkan jawabannya. Â Menurut kepala sekolahnya yang kebetulan sering pulang bersama naik angkudes dengan saya, bu Sri telah menggunakan uang tabungan anak-anak dan pada akhir tahun kemarin tidak bisa mengembalikan. Â Berapa jumlahnya? Â Enam puluh juta katanya. Â Berapa jumlah muridnya? Â Tiga puluh orang. Â Setiap murid katanya, rata-rata tabungannya 2 juta setahun. Wow, berarti rata-rata murid menabung seratus lima puluh ribu hingga dua ratus ribu rupiah setiap bulannya. Â Bagaimana itu bisa terjadi? Â Kepala sekolah itu mengatakan bahwa rupanya uang tabungan itu tidak langsung disimpan di bank, tetapi disimpan oleh bu Sri, digunakan sedikit demi sedikit, akhirnya habis!
Sengaja suatu ketika saya datang ke perpustakaan sekolah SD. Â Alasan saya adalah ingin melihat buku cerita anak-anak. Â Sudah lama memang saya ingin menulis cerpen atau kalau mungkin buku cerita anak. Â Saya ingin mencari model buku yang bisa dicontoh. Â Ketika saya masuk ruang perpustakaan, saya lihat bu Sri ada di sudut ruangan, membuka-buka buku, kemudian mengambil koran atau majalah, membacanya kemudian menulis-nulis di buku. Â Saat ia melihat saya, ia agak kaget, tersenyum sedikit, kemudian kembali dengan keasyikannya sendiri.
Sudah 6 bulan ini bu Sri menjalani skorsing seperti itu. Â Tidak diijinkan mengajar, yang otomatis tidak lagi menerima murid les di rumahnya. Â Gaji bulanan tetap diberikan, tetapi kegiatannya hanya pagi datang ke perpustakaan, duduk di sudut ruangan melakukan aktivitas sendiri yang mungkin lama-lama membosankan. Â Saya tidak bisa bayangkan, bagaimana perasaannya saat murid-muridnya masuk ke perpustakaan saat istirahat, kemudian melihatnya duduk-duduk terus di ruangan perpustakaan. Â Dan apa pula yang murid-murid percakapkan tentang dia?
Hari ini saya mengembalikan beberapa buah buku cerita anak yang sudah seminggu saya pinjam. Â Saya amati sudut-sudut ruangan, bu Sri tidak nampak duduk di sana. Â Petugas perpustakaan menjelaskan bahwa sudah hampir seminggu ini, bu Sri tidak lagi muncul di perpustakaan? Â Sudah selesaikah skorsingnya? Â Petugas menggeleng. Â Katanya bu Sri melalui pengacaranya, sedang mengusahakan gugatan kepada yayasan yang dinilainya telah melecehkan harga dirinya dan tidak menghargai profesinya sebagai guru. Â Ketidakpastian waktu skorsing serta jenis skorsing yang ia terima, ia nilai tidak manusiawi. Â Tiba-tiba saya berpikir keras, bisakah ini menjadi ide cerita anak yang mungkin akan saya buat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H