Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Minibiografi Ajang Siswa Berkaca Diri untuk Raih Prestasi

6 Februari 2022   05:15 Diperbarui: 6 Februari 2022   05:33 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Dok.Pri

Minibiografi Ajang Siswa Berkaca Diri untuk Meraih Prestasi

Oleh Suyito Basuki

Judul: Minibiografi (Kompilasi Produk Pembelajaran Teks Biografi SMKI), Penyunting:  Drs. Ely Prihmono S.P., M.Pd. Penerbit: Yayasan Imza Bina Insan Sukoharjo, 2021; Juml. Hal.: 126 halaman

Ada dua orang tokoh dalam buku Minibiograf ini yang mau saya ceritakan kembali.  Tokoh tersebut adalah Nyi Sularti dari Karanganyar dan Dhalang K.H Warjito Kliwir dari Boyolali.

Nyi Sularti

Adalah seorang remaja yang bernama Semi, anak seorang tukang kayu dan petani di daerah Ngarangan Jatipurwo Karanganyar.  Semi, karena situasi pada saat itu larang pangan hanya mampu menyelesaikan pendidikannya hingga kelas 3 Sekolah Rakyat atau setingkat SD.

Meski demikian Semi atau Sularti ini menekuni seni karawitan bersama kakak lelakinya Lardi dan Kasto.  Sularti dengan kemampuan membaca dan menulisnya  fokus pada sindhenan, sedang Lardi dan Kasto berlatih ricikan gender dan rebab.  Usai mereka mencari rumput untuk pakan ternak, mereka berlatih karawitan bersama.  Sularti pada malam hari mendengarkan siaran radio RRI Surakarta dan wayang kulit dengan dhalang Ki Narto Sabdo dari Semarang bersama karawitan Condong Raosnya.

Sulatri kemudian berusaha memadukan cengkok-cengkok yang dimiliki sindhen senior seperti Nyi Ngatirah (Semarang), Nyi Tugini (RRI), Nyi Supadmi (STSI), dan Nyi Prenjak.  Kemampuan Sulatri ini selain sebagai sindhen di paguyuban desanya, dia juga bisa menabuh ricikan, bahkan juga mengerti cara-cara memainkan kendhang.

Setelah satu tahun Sulatri menjadi pesindhen baku di paguyuban karawitan desanya, dia kemudian merambah menjadi sindhen wayang kulit.  Sularti menjadi sindhen baku andalan Ki Guno Nglebak.  Karena kepandaiannya, maka Sularti kebanjiran job, pernah  sebulan penuh baik siang maupun malam menjadi sindhen.  Siang hari sebagai sindhen karawitan, sedang malam harinya sindhen wayang.

Sularti yang memiliki cengkok khas pada gending Jineman Mari Kangen ini bersama paguyuban karawitannya pernah mengikuti lomba karawitan di Kecamatan Jatipurwo.  Dengan penyajian gending Lobong kethuk 2 kerep minggah 4, berhasil menjuarai lomba tersebut selama 2 tahun berturut-turut.  Menurut Sularti supaya kehidupan seniman bisa berkembang selain  memiliki bakat juga perlu disertai usaha rajin berlatih, laku brata atau prihatin.

K.H Warjito Kliwir

K.H Warjito Kliwir berasal dari desa Ngagasipat Kecamatan Ngemplak Boyolali Jawa Tengah.  K.H Warjito Kliwir kelahiran  Boyolali 4 November 1965 ini adalah seorang dalang.  Pada awal belajar mendalang, WarjitoKliwir yang masih anak-anak menggunakan wayang yang terbuat dari kardus dan mengiringi wayangannya dengan gamelam yang berasal dari bunyi mulutnya.  Kemudian ada seorang tetangga yang bernama Pak Darmo yang memintanya mendalang di rumahnya.  Saat itu layar yang dipakai kain sarung dan wayangnya dari kardus bekas.  Selesai main wayang, dia mendapat bayar 25 rupiah.  Di saat yang lain, ada lagi tetangga yang memintanya main wayang dengan model yang sama.  Kali itu Warjito Kliwir mendapat bayar 50 ribu rupiah.

Setelah itu, banyak tetangga yang memintanya memainkan wayang dengan disediakan gamelan dengan pengendangnya adalah Soyono kakaknya, sementara penabuh saronnya adalah mbah putrinya. Bayar yang diterima Warjito Kliwir semakin meningkat menjadi 100 rupiah bahkan sampai mencapai 300 rupiah.  Warjito Kliwir pernah diminta main wayang di Kandang Menjangan, markas Kopassus Kartasura dengan gamelan yang komplit.  Lakon yang dibawakan saat itu adalah lakon Babat Alas (Wanamarta?).  Setelah itu, Warjito Kliwir diminta main wayang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) oleh Presiden Soeharto kala itu.  Baik dalang, sindhen maupun penabuh gamelannya masih tergolong anak-anak.

Menurut K.H. Warjito Kliwir, supaya keberhasilan terwujud, pesannya, "Janganlah kalian malu untuk belajar sebuah kesenian dan janganlah mudah untuk berputus asa sebelum impian yang kamu inginkan terwujud."

Karakter Unggul Tempat Berkaca Diri

Selain Sularti dan K.H Warjito Kliwir masih ada 41 tokoh lainnya yang ditulis di buku Minibiografi (Kompilasi Produk Pembelajaran Teks Biografi SMKI).  Buku Minibiografi ini berisi 43 tulisan siswa SMKN 8 Surakarta, itu berarti ada 43 tokoh yang menginspirasi telah ditulis oleh siswa.  Tokoh-tokoh yang ditulis rata-rata terkait dengan kehidupan seni.  Pekerjaan tokoh-tokoh itu adalah dalang, sindhen, pengrawit, guru tari, penjaga sekolah bahkan ada yang menjadi debt collector dan lain-lain.  Menurut Ely Prihmono, guru bahasa Indonesia SMKN 8 (sebelumnya SMKI) Surakarta tersebut sekaligus penyunting buku ini, penulisan buku ini adalah sarana praktik pembelajaran siswa terhadap informasi yang telah mereka terima ketika pembelajaran di kelas.  Penulisan buku yang disebutnya sebagai kompilasi ini memberi kesempatan siswa untuk belajar kehidupan melalui proses yang dikerjakannya.  Dalam hal ini siswa diajak mencatat karakter-karakter unggul tokoh yang menjadi obyek penulisan minibiografinya.  Karakter unggul tersebut: (1) rasa hormat dan penghargaan anak kepada orang tua. (2) keteladanan kerja keras, ketelatenan, dan kesabaran, (3) rendah hati dan ramah tamah, (4) cinta tanah air dan rasa nasionalisme, (5) tanggung jawab, (6) kreatif dan inovatif, (7) pantang menyerah, (8) usaha dan bangkit lagi, (9) bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.  Karakter-karakter unggul itu sangat dibutuhkan siswa untuk berkaca diri supaya belajarnya sukses dan berprestasi.

Alur penulisan minibiografi ditulis secara kronologis, mulai dari data tokoh, masa kecil, masa pembelajaran, masa berkeluarga dan masa keberhasilan.  Di akhir tulisan akan ada pesan-pesan tokoh khususnya dalam belajar kesenian kepada para siswa yang mewawancaranya.  Dari segi tujuan yang hendak dicapai, yakni siswa belajar dari tokoh-tokoh yang menjadi tulisannya, setidaknya dari segi kognitif sudah tercapai.  Hanya memang kemudian perlu dilakukan langkah aplikatif siswa dalam tindakan pembelajaran selanjutnya.

Siswa pun secara tidak sadar seolah diberi tahu bahwa pembelajaran (terutama dalam hal seni) tidak saja bisa dilakukan di sekolah-sekolah secara formal, tetapi dapat dilakukan juga di dalam keluarga, di sanggar-sanggar kesenian dan di masyarakat.  Bukan lingkungan yang menjadi penentu keberhasilan, tetapi tekad merekalah yang menjadi penentu kesuksesannya.  Kehidupan Sularti dan Warjito Kliwir dalam berkarir menjadi contoh hal itu dan masih banyak contoh-contoh dari tokoh-tokoh lain yang ditulis di buku itu.

Catatan Kecil Saja

Yah memang namanya siswa yang menulis, tentu tidak bisa diharapkan sempurna.  Kesalahan tulis dan ejaan masih terdapat di sana-sini, contoh saja: dating (h.41), jikalah (h. 43), desannya (h. 69), Penda (h. 72), mengasikan (h. 74), kulih (h. 81);  atau ada kalimat yang belum selesai, contoh: ...Pak Sunaryo hanya sampai di jenjang. (h. 88).   Juga ada tulisan yang agak membingungkan, misalnya Sularti disebut sebagai anak sulung dari enam bersaudara (h. 7).  Tetapi kemudian disebut bersama kakak lelakinya Lardi dan Kasto belajar karawitan (h. 8).  Agak membingungkan juga saat diceritakan Warjito Kliwir mendalang di Kandang Menjangan th 1975 saat kelas 3 SD (h. 42), tetapi kemudian ditulis di tahun 1976 diajak naik haji oleh Presiden Suharto (h. 44).  Catatan lain adalah kadang juga porsi penulisan tokoh yang ditulis hampir imbang dengan orang lain yang sebenarnya tidak ditokohkan.  Hal itu bisa dibaca penulisan tokoh Thohiran Sastrokusumo.  Di dalamn tulisan itu juga dibahas imbang ketokohan anaknya yakni Arcadius Sentot Sudiharto (h. 24-25). Mungkin perlu dijelaskan juga arti istilah PY yang ditulis beberapa kali dalam buku ini.  Mungkin tidak semua pembaca tahu ya dengan istilah ini.

Terlepas dari semua itu, patut dipuji karya anak-anak siswa SMKN 8 Surakarta.  Meski mereka adalah generasi muda yang disiapkan menjadi pekerja seni, tetapi mereka bisa menulis sebuah minibiografi yang sebenarnya bisa dikembangkan menjadi sebuah buku biografi untuk masing-masing tokohnya.  Memang sudah diterangkan oleh penyunting, bahwa tidak ditulisnya nama siswa pembuat minibiografi karena siswa merasa tulisannya belum bagus sehingga merasa kurang nyaman.  Namun sesungguhnya baik sekali jika dituliskan nama siswa sebagai penulisnya, karena bisa sebagai rewards bagi mereka.  Usaha guru bahasa Indonesia sekaligus penyunting Drs. Ely Prihmono S.P., M.Pd. patut juga diacungi jempol dengan kesabarannya telah mengumpulkan karya-karya siswa dalam sebuah buku kompilasi.  Ditunggu karya-karya berikutnya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun