Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tunggul Wulung, Tokoh Legendaris Sekitar Gunung Muria

3 Februari 2022   13:17 Diperbarui: 3 Februari 2022   13:41 3068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jansz tidak setuju dengan pendapat Tunggul Wulung sepenuhnya, karena orang Kristen hendaknya menjadi garam dan terang dunia di mana pun mereka berada. Untuk memperdalam kekristenan, Tunggul Wulung kemudian kembali ke Mojowarno, belajar lebih lanjut kepada Jellesma sehingga kemudian dibaptis pada bulan Mei 1855 dengan tambahan nama baptis Ibrahim.

Saat Tunggul Wulung babad alas di Ujung Jati, wilayah Bondo, maka dipanggil oleh Wedana Banjaran (Bangsri?) karena tidak ijin.  Tetapi Tunggul Wulung tidak mau datang, sehingga Wedana sendiri yang datang ke Ujung Jati. 

Ketika ditanya kenapa melanggar aturan cara berpakaian orang Jawa yang dilarang meniru berpakaian Eropa, maka Tunggul Wulung berkelit: "Yang melanggar siapa? Sebab saya membeli.  Kalau begitu yang menjual saja yang tuan anggap melanggar, sebab ada yang menjul juga ada yang membeli."

Akhirnya karena Wedana kebingungan, maka dilaporkanlah kepada Bupati Jepara.  Akhirnya Bupati Jepara memanggil Tunggul Wulung, sehingga setelah dipahami oleh bupati, maka Tunggul Wulung akhirnya diberi ijin.  Sejak itu timbul pameo di Bondo:"Bondo, bandha bondhan tanpa ratu, ngetepeng tanpa tinandur." Yang artinya kurang lebih: orang hidup yang dihormati, tanpa dikuasai atau menguasai orang lain, tiba-tiba menjadi orang pandai tanpa guru.

Pengajaran yang dilakukan dengan cara jagongan, waktu malam menjelang tidur dengan bersantai sambil melepas lelah.  Ini yang membedakan dengan cara penginjilan Pieter Jansz.  Setelah penginjilan, Jansz tidak memelihara domba-domba dengan cara khas Jawa seperti ini, sehingga terkesan domba-domba tersebut kurang pemeliharaannya.

Dari Ujung Jati kemudian pindahlah jemaat ke Bondo.  Hanya saja, Endang Sampurnawati tidak mau pindah, karena kecintaannya dengan desa Ujung Jati.  Sehingga Tunggul Wulung kemudian tinggal serumah dengan janda pak Kalimin, di mana dia memimpin jemaat dengan didampingi oleh Karno Daniel, anak almarhum Laut Gunawangsa.  Untuk membedakan dengan jemaat asuhan Pieter Jansz, maka menyebut jemaat Bondo sebagai "Kristen Jawa", sedangkan orang Kristen yang dipimpin misionaris asing disebut "Kristen Londo".

Pola Pekabaran Tunggul Wulung

Untuk mengabarkan Injil, tidak perlu petugas khusus, seperti para misionaris; semua cukup dari kesadaran pribadi. Tunggul Wulung tidak perlu menjadi petugas penginjil resmi apalagi harus di bawah kuasa bangsa asing.   Pembantu-pembantunya tetap disekolahkan sebagaimana mestinya, tetapi dalam bekerja tidak ada gaji.  

Hidupnya tergantung dari perbuatan dan pekerjaannya.  Caranya, tidak perlu harus seperti misionaris dengan ceramah dan "pembodohan", dengan menganggap orang-orang yang diinjili sebagai orang yang tidak tahu apa-apa tentang keselamatan dan Juru Selamat.  Pekabaran Injil yang dilakukan Tunggul Wulung di sekitar Gunung Muria, selain daerah Bondo (Jepara)  juga Puncel, Tegal Ombo, Dukuh Seti dan Banyutowo (Pati).

Tunggul Wulung sadar bahwa lapangan kerjanya tidak seperti itu.  Orang Jawa sudah mengenal apa itu keselamatan dan Juru Selamat, biarpun menurut pengertiannya sendiri.  Karenanya dia tidak mau bekerja mengikuti cara-cara misionaris bekerja.  Dia memilih cara-cara yang biasa berlaku di Jawa untuk mengabarkan Injil Kristusnya.  Jagongan, cerita-cerita sambil melepas lelah sehabis kerja, atau melalui perdebatan ngelmu dan sebagainya.

Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) mewarisi hasil pekerjaan Tunggul Wulung dan Pieter Jansz dan beberapa tokoh lokal lainnya.  Keunikan gereja dengan berbasis budaya Jawa yang berkembang di sekitar Gunung Muria ini adalah jemaat desa yang guyup kehidupannya yang memiliki kebersamaan dalam membangun sinode dalam rangka bersaksi kepada masyarakat dan bahkan dunia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun