Sampailah pada adegan Hanoman tertangkap oleh Indrajit putra mahkota Kerajaan Alengkadiraja, kemudian dihadapkan pada ayahandanya, Â Prabu Rahwana. Â
Hukuman bagi Hanoman ditetapkan yakni Hanoman akan dibakar di tengah alun-alun Kerajaan Alengkadiraja. Â Kemudian disulutkanlah api ke kayu-kayu yang telah ditumpuk-tumpuk dan menumpuki Hanoman si kera putih itu. Â
Api kemudian menjilati tubuh Hanoman dan kera putih itu pun terbakar. Â Tetapi herannya, badan yang terbakar itu tidak memusnahkan dirinya, malah semakin membuat digdaya tubuhnya. Â
Rantai yang mengikat Hanoman menjadi putus karena daya kuasa api. Â Dengan demikian malah kemudian Hanoman dengan leluasa melompat ke sana ke mari. Â Segala bangunan istana yang kemudian bersentuhan dengan tubuh Hanoman menjadi terbakar. Â Hampir seluruh istana Alengka menjadi terbakar, semua penduduk termasuk Prabu Rahwana atau Dasamuka kebingungan mengatasi kebakaran istana yang tiba-tiba itu.
Saat adegan sampai di situ, tiba-tiba teriakan penonton riuh,"Kebakaran, kebakaran, pasar terbakar..." Â Aku menoleh ke samping kiri, ke samping kanan, dan ke belakang. Â Aku lihat para pengrawit kebingungan. Â Api terlihat menyala di kios bagian pojok utara. Â
Angin yang mengalir deras dini hari itu, membuat api kemudian merambat ke kios-kios yang lain. Â Ayam-ayam yang masih pulas dalam kandang, kemudian terbangun dengan suara hiruk pikuk. Â Orang tidak lagi mengarahkan pandangan pada pertunjukan wayang, mereka semua melihat kobaran api yang semakin membesar dan itu menuju ke arah kami. Â
Segera saja tabuhan gamelan srepeg manyura berhenti.  Serta merta aku bangkit berdiri.  Dengan dibantu oleh seorang pengrawit, anak-anak wayang segera aku cabut dari gedebog pisang yang menjadi tempat tancapannya.  Anak-anak wayang kumasukkan ke dalam kotaknya, kemudian aku ambil wiron jarik aku selipkan di stagen. Â
Segera aku meloncat membantu para pengrawit menyingkirkan gamelan kearah tempat yang kira-kira aman dari amukan api yang akan segera datang.  Para rekan sindhen  dengan tertatih-tatih mencoba turun panggung.  Layar segera di gulung, tiang gayor segera diturunkan.  Upps, asap panas sudah menyeruak di antara kami.
Di tengah perjuangan menyelamatkan alat-alat budaya ini, aku melihat kiri kanan. Â Pakdhe Setra dan kawan-kawannya mencoba mencari air dari sumur sekitar untuk ditimba airnya dan digunakan mengguyur api yang semakin besar berkobar. Â Ada juga di antara mereka yang telpon blangwir, mobil pemadam kebakaran, tapi kenapa lama tidak datang-datang juga?
Setelah semua gamelan diselamatkan berikut kotak wayang. Â Aku duduk di tanah bersama dengan pengrawit, para sindhen dan orang-orang awak gamelan cukup jauh dari panggung wayang, sambil menunggu berakhirnya kejadian. Â
Pertanyaanku saat itu, kebakaran pasar ini murni terbakar karena sesuatu hal atau justru ada yang membakar, supaya rencana relokasi pasar segera terealisasikan? Â Yang jelas Pasar Kobong terbakar, bukan karena ulah Hanoman!