Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepeda, Tustel dan Mesin Ketik

23 Januari 2022   08:12 Diperbarui: 23 Januari 2022   14:58 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: aksara.co

Sumber foto: hitekno.com
Sumber foto: hitekno.com

Sekarang ini jamannya gawai atau gadget.  Kita bisa menggunakan telpon pintar kita untuk alat komunikasi dan juga untuk berfoto ria.  Dulu kan belum ada telpon seperti ini, maka yang kuimpikan adalah tustel atau kamera foto. 

Aku selalu kagum dengan alat yang bernama tustel ini.  Sewaktu masih kecil, aku diajak oleh tetanggaku ke sebuah studio, Tikson namanya, letaknya dekat Tugu Muda.  Setelah bersepeda sekitar satu setengah jam, maka kami bergaya dengan berbagai pose baik di dalam dan di taman di luar studio.  Bersama tetanggaku, mas Kirno, Kirmanto dan Marsono kami dijepret dan akhirnya keluarlah gambar foto hitam putih yang mempesona.

Tustel kurindukan karena alat ini bisa mengabadikan kemana pun kita pergi.  Bukankah ini bagus untuk kenangan bahwa kita pernah muda dan saling mabuk cinta?  Aku kira cukup kenangan ini saja yang kita wariskan kepada anak dan cucu kita kelak, karena selain itu memang kita tak punya apa-apa.  Dengan tustel, akan kufoto wajahmu dan kuabadikan senyummu.  Foto-foto itu akan kupajang di ruang tamu dan di kamar pembaringanku.

Tustel juga bisa kugunakan untuk memotret peristiwa-peristiwa yang bisa mendukung berita yang kutulis.  Kau tahu bukan bahwa dulu aku punya cita-cita menjadi seorang wartawan.  Saat itu kupandang wartawan itu profesi yang keren, kemana pun pergi menenteng tustel.  Selain itu wartawan memiliki tugas mulia menjadi pewarta, sehingga masyarakat di tempat lain, bahkan di belahan dunia mana pun bisa tahu apa yang diberitakan. Misal saja dulu kita tak jadi menikah, aku masih bisa mengabarimu dengan berita yang kutulis yang bisa kau baca bersama suamimu.  Jika memang terjadi seperti itu, aku akan tulis berita-berita tentang masyarakat yang bahagia, kondisi ekonomi dan politik yang bagus, tidak ada kejahatan di masyarakat di situ, meski hatiku merintih bagai tersayat sembilu karena melihat kebahagianmu.

Mesin Ketik

Sumber foto: bukalapak.com
Sumber foto: bukalapak.com

Kau pernah berkata kalau bunyi ketukan mesin ketik itu serasa mengganggu, berisik di tengah malam.  Mungkin sebetulnya kau tidak suka aku bekerja sampai jauh larut malam, meski sebetulnya membuat tulisan opini, featured, kisah perjalanan, cerpen dan puisi sebenarnya serasa nikmat jika jauh malam.  Kau selalu mengatakan, kerja sampai larut malam tidak sehat.  Kau selalu memarahiku jika aku kerja tidak memperhatikan waktu.

Tetapi mesin ketik dengan sisipan kertas karbon di antara dua kertas hvs ini memang sangat penting bagiku.  Dengannya selain berita-berita akan kutulis pengalaman kita saat bertemu dan menjalin cinta antar kota.  Akan kutulis juga saat bercinta di sebuah penginapan, di atas ranjang yang berderit di setiap pergerakan kita.  Kau pasti marah jika tahu rencana penulisan ini. Tapi toh kita sudah menikah, tidak ada salahnya kan menuliskan itu bahkan ada yang lebih heboh lho kisah kisah percintaan kita daripada kisah percintaan di ranjang yang berderit-derit itu?

Mesin ketik juga akan kugunakan untuk menulis berbagai kisah manusia di alam raya ini.  Kita tahu bahwa banyak kesedihan di dunia ini, jika ditulis dengan baik,  akan membuat orang lain menjadi bersyukur dengan keberadaannya, bahwa dia masih lebih baik dari keadaan kisah tulisanku. 

Kau sendiri juga begitu, sering menarik napas dan menghembuskannya dengan napas panjang.  Kau sering mengeluh dengan kehidupan kita dan sebenarnya aku tersinggung karena hal itu.  Kurang apa aku sebagai suamimu, kerja keras siang malam untuk menghidupi anak kita yang jumlah semuanya tujuh orang anak. Si sulung sudah menikah sama seorang tentara yang baik.  Yang sudah bekerja dua orang anak, di disdukcapil dan di klinik kesehatan.  Tiga orang anak  lainnya masih kuliah, sedangkan si bungsu masih sekolah di SMA.  Kau juga sudah diberkati Tuhan, menjadi pengajar di sebuah SMA negeri dan banyak teman-teman baik di lingkunganmu.  Tapi kalau aku bilang, kau mengeluh, kau pasti bilang tidak.  Tapi memang lama-lama aku menyadari, bahwa kebutuhan kita bukan hanya untuk membesarkan anak, tetapi kau pun butuh diperhatikan, kemana-mana pengin diantar,  mau pergi kondangan atau ke mana gitu, sesekali kau ingin satu keluarga pergi wisata ke Gunung Bromo atau ke Pantai Pacitan atau kemana gitu.  Dan kau bilang itu perlu mobil pribadi bukan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun