Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sarasehan Keris di Tengah Isu Penista Budaya

13 Januari 2022   12:02 Diperbarui: 13 Januari 2022   13:48 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarasehan Keris di tengah Isu Penista Budaya

Oleh: Suyito Basuki

Semalam, Rabu 12 Januari 2022 diadakan Sarasehan Budaya Online yang disiarkan streaming lewat Youtube dengan topik: Membaca Ulang Makna dan Kegunaan Keris dalam Masyarakat Indonesia.  Narasumber yang hadir langsung di Yogyakarta itu adalah: Ki Boedhi Aditya (Komunitas Pametri Wiji), Ki Bagus Tejo Sunaryo (Empu muda), Ki Iman Santosa, SE (Perawatan Keris), Dr. Amos Setiadi, ST, MT. (Penulis Keris), Ki Nilo Suseno, S.Si, M.Si., Ki Kusno (Pemerhati Keris), Ki Godod Sutejo (Designer Keris Kontemporer), Mahmud Elqadrie (Budayawan Kontemporer) dan Ibu Fikri (Antrpopog UIN Walisongo).

Dalam kesempatan itu, Godod Sutejo di acara yang digagas oleh Ibnu Fikri UIN Wali Songo utusan dari Palacky Univerity Checia Cekolowaskia tersebut memberikan testimoni bahwa nalurinya saat melukis, seperti naluri seorang empu dalam pembuatan keris.  Karena dalam melukis Godod perlu memasukkan ide dan filosofi sehinga tercipta rasa kesejukan, kesepian dan kedamaian.  Pengakuan Godod lebih lanjut, sudah 2 tahun ini ia membuat disain-disain keris, bukan sebagai empu keris, tetapi sebagai seniman keris.  Disain itu kemudian dipesankan warangkanya atau tempatnya pada beberapa empu pembuat keris hingga sampai di Madura.  Disain-disain yang dibuatnya diupayakan kontemporer karena tujuan utama pembuatan kerisnya itu untuk menarik simpati generasi muda supaya dapat mencintai dan ikut memiliki keris sebagai budaya adiluhung kebudayaan Jawa. 

Untuk membuat desain-desain baru, menurut Godod harus ada keberanian.  Pernah suatu kali ia menjadi salah satu pembicara  sebuah seminar.  Ada pembicara lain yang menyebutnya bahwa disain yang dibuatnya menyimpang dari disain keris-keris yang sudah ada.  Sontak saja Godod menantang rekan pembicara itu untuk berdebat melalui media massa, supaya masyarakat luas bisa menilai kebenarannya. 

Dalam pembuatan desain-desain kontemporer kerisnya, Godod mengaku lebih dahulu melakukan "laku Jawa", yakni berpuasa tidak makan dan minum selama 3 hari.  Hal ini menunjukkan kesungguhan niatnya dalam pembuatan desain untuk keris-kerisnya, meski untuk sementara ini kerisnya bernilai hanya souveniran.  Tapi dia berharap dalam perkembangannya nanti kerisnya bisa menjadi ageman yang menurutnya bisa menjadi "sipat kandel" atau kekuatan  bagi yang memilikinya.

Foto bersama para narasumber usai acara (Dok.Pri)
Foto bersama para narasumber usai acara (Dok.Pri)

Prof. Dr. Amos Setiadi, ST, MT sebagai penulis masalah keris, menyebut apa yang direncanakan Godod Sutejo, membuktikan bahwa keris dari masa ke masa mengalami transformasi.  "Keris masa Hamengku Buwono V dan Hamengku Buwono VII bisa berbeda, karena adanya transformasi itu. Jadi kalau sekarang Godod merencanakan pembuatan disain keris kontemporer itu adalah sebuah transformasi dan evolusi keris itu sendiri.  Tidak ada keris yang konsisten." Demikian terangnya.  Beberapa aspek keris, menurut Amos Setiadi adalah: kegunaan atau utilitas; bentuk sebagai material yang terkait dengan kekuatan yang senantiasa mengalami transformasi itu; konteks atau jaman keris itu dibuat, sehingga tidak ada keris yang sama atau bisa ditiru sepenuhnya karena menurutnya, kontekslah yang membedakannya; serta sifat keris yang memiliki kekeramatan atau kesakralan.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Citra Diri Orang Jawa yang ditulis Suryanto Sastroatmodjo (PT Agromedia Pustaka, Yogyakarta, 2006), bahwa keris dengan daya magisnya bisa membawa suasana poitif atau negatif bagi pemiliknya atau bahkan lingkungan sekitar. Hal ini karena juga terkait dengan jenis logam yang menjadi dasar pembuatan keris oleh Sang Empu.  Oleh karenanya ada Keris Kalamunyeng yang membawa kedamaian.  Ada pula keris Rambut Pinutung yang membawa ambisi kekuasaan yang tak terbatas.  Ada pula Keris Pulanggeni yang memberikan dorongan untuk memadamkan sengketa. (hal. 75)

Saat ada berita seseorang yang terekam video sedang menendang sebuah sesaji di Gunung Semeru, maka pembicaraan tentang keris menjadi sebuah fenomena yang menarik.  Karena keris yang seringkali dipandang sebagai benda pusaka yang mengandung kekuatan gaib, langsung atau tidak langsung akan berhadapan dengan orang-orang yang memandang diri sendirilah yang paling benar sehingga menistakan kepercayaan dan budaya orang lain dengan semena-mena.  Semoga harapan keris semakin dihargai oleh generasi muda dapat terwujud.  Tetapi memang aspek utilitas atau kegunaannya bagi generasi muda harus terus menerus dijelaskan selain mengupayakan disain-disain kontemporer yang dibuat semenarik mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun