Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peran Pemuka Agama sebagai Penghubung Pencatatan Perkawinan

10 Januari 2022   10:37 Diperbarui: 12 Januari 2022   11:55 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Usai Rapat Kerja Disdukcapil Kab. Jepara bersama PAP3, 21 Desember 2021, Plt. Kadinas Disdukcapil Dwi Riyanto, SH, berpeci berada di tengah (Dok. Pri)

Peran Pemuka Agama sebagai Penghubung Pencatatan Perkawinan

Oleh: Suyito Basuki

Kabupaten Jepara, mungkin ini satu-satunya kota kabupaten di Jawa Tengah, memiliki Pemuka Agama sebagai Penghubung Pencatatan Perkawinan (PAP3).  Tugas PAP3 yang dikendalikan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil ini) adalah membantu pencatatan pernikahan yang terjadi di tempat-tempat ibadah Kristen, Katholik, Budha dan Hindu.  Setelah proses pemberkatan atau peneguhan pernikahan dilakukan oleh pemuka agama setempat, maka setelah itu dilakukan pencatatan oleh petugas yang ditunjuk sebagai PAP3 tersebut.  Dalam satu hari, dalam lokasi yang sama sekaligus bisa dilayani pemberkatan dan pencatatan pernikahan ini sekaligus.  Di beberapa kabupaten dan kodya di Jawa Tengah yang tidak memiliki petugas pembantu pencatatan pernikahan seperti ini, pencatatan pernikahan dilakukan oleh pejabat kantor Disdukcapil setempat, bisa dengan cara pengantin beserta saksi dan keluarga mendatangi kantor Disdukcapil setempat atau sebaliknya pejabat atau pegawai Disdukcapil mendatangi perhelatan pernikahan dan mencatat di lokasi tempat ibadah di mana pemberkatan atau peneguhan pernikahan di selenggarakan.

Di wilayah Kabupaten Jepara, berdasarkan SK Bupati Jepara yang ditandangani Dian Kristiandi sebagai Bupati Jepara no. 474.2/210 Tahun 2021 tertanggal 5 Agustus 2021 dituangkan perubahan ketiga daftar PAP3 masa kerja tahun 2018-2023.  Adapun daftar PAP3 itu sesuai urutan di SK sebagai berikut: 1. Agama Kristen: Pdt. Drs. Suyito Basuki, M.Th., Pdt. Edi Cahyono, S.Th. MACE, Pdt. Supriyadi, S.Th., Pdt. Penta Kostafani, S.Th., Pdt. Theofilus Tumijan, S.Th., Pdt. Joko Supriyono, S.Th., Pdt. Sagimin, S.Th., Pdt. Stephanus Parno, S.Th., Pdt. Siswanto, S.Th., Pdt. Purwo Abdi Winarno, S.Th., Pdt. Utari, S.Th., Pdt. Herodion Noto Widi Susabdo, S.Th., Pdt. Slamet Widodo, S.Th. MA., Pdm. Priyo Kuncoro, A.Md. S.Th., Pdt. Yohanes Kristiyono, S.Th., Pdm. Piretno Hadi, S.Pd. MA., Pdt. Moses Susila, S.Th., M.Si., dan Pdt. Theofilus Widoso, S.PAK, M.Th. 2. Agama Katholik: Y. Eka Candra Saputra, 3. Agama  Budha: P.Md. Gunandar, S.Pd. S.Ag, Suyanto, S.Ag., Raswito, S.Pd. 4. Agama Hindu: Totok Harmanto.

Tugas PAP3

Para petugas PAP3 yang ditetapkan dengan SK Bupati ini melakukan tugasnya mulai dari membantu calon pengantin mempersiapkan berkas-berkas pernikahannya, setelah berkas yang terdiri dari: Foto copy KTP, KK, Akte Kelahiran, Ijasah Terakhir, Akte Cerai asli bagi calon pengantin yang telah bercerai, Foto Copy Akte Kematian bagi calon pengantin yang pasangannya telah meninggal, N1-N4/N5 dari Kelurahan dengan pengesahan Kecamatan dan pas foto berdampingan ukuran 4x6 mencukupi, maka berkas dibawa ke kantor Disdukcapil untuk divalidasi dan dibuatkan pengumuman kemudian mendapatkan register pernikahan.  Pengumuman pernikahan di kantor Disdukcapil dilakukan biasanya 15 hari sebelum pernikahan berlangsung.  Hal ini dimaksudkan supaya diketahui oleh masyarakat luas supaya tidak ada manipulasi data, misalnya sudah menikah tetapi mengaku belum menikah.  Setelah dilakukan pengumuman, maka pernikahan berlangsung dengan pemberkatan atau peneguhan sesuai dengan agama yang dianut oleh pasangan pengantin tersebut.  Kemudian dilakukan pencatatan oleh petugas PAP3, setelah itu dilaporkan ke Disdukcapil supaya pasangan pengantin itu, selain mendapat surat peneguhan dari rumah ibadah tempat mereka diberkati juga mendapat akte pernikahan.  Disdukcapil Kabupaten Jepara dalam hal ini memberlakukan pelayanan three in one, maksudnya adalah ketika 1-2 minggu kemudian akte pernikahan sudah jadi, maka saat itu pula KTP pengantin sudah berubah dari status belum kawin, menjadi status kawin, sehingga terbit KTP baru bagi mereka.  Pasangan Pengantin juga mendapat KK baru, dimana mereka memiliki KK sendiri, dan mereka dikeluarkan dari KK orang tua.  Orang tua pun juga kemudian mendapat KK yang baru, anak yang sudah menikah tidak lagi menjadi anggota KK mereka.  Untuk keperluan itu, maka berkas pengantin perlu dilengkapi dengan KK, KTP Asli pengantin dan disertai juga surat pernyataan pindah domisili dengan tanda tangan di atas meterai bagi pihak yang akan pindah domisili.

PAP3 Menggantikan P4

Sebelum lahirnya PAP3, tugas-tugas untuk mencatat perkawinan dilakukan oleh Pemuka Agama sebagai Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan (P4). Penunjukkan Pemuka Agama sebagai Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan (P4), mengacu pada Kepmendagri No. 97 Th. 1978 tentang penunjukan Pemuka Agama sebagai P4 bagi umat Kristen yang tunduk kepada Statblad 1933-75 Jo Staatblad 1936-607 dan bagi Umat Hindhu dan Budha, bertujuan untuk mengatasi masalah pencatatan perkawinan pada kantor-kantor Catatan Sipil karena terbatasnya tenaga/ pegawai Kantor Catatan Sipil untuk melayani umat Kristen Indonesia dan umat Hindu dan Budha yang letaknya terlalu jauh dari kantor Catatan Sipil serta belum adanya Undang-undang Catatan Sipil yang bersifat Nasional.

Problem muncul saat ada Surat Edaran Kemendagri.  Surat edaran Kemendagri yang ditujukan kepada Gubernur dan bupati seluruh Indonesia, No. 472.2/6614/MD tertanggal Jakarta, 15 Oktober 2012 poin 5 menyebut: Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, maka pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh P4 sebagaimana diatur dalam Kep Mendagri  no. 97 th 1978 tidak sejalan dengan UU no. 23 th 2006.

Dengan adanya surat edaran Kemendagri di atas, berakibat pengajuan perpanjangan SK 7 orang P4 pada tahun 2013 yang lalu tidak dapat dilaksanakan.  Beberapa P4 yang masih memiliki SK (P4-Kristen 4  orang; P4-Budha 2 orang) sementara diijinkan oleh pihak kantor Disdukcapil melayani kebutuhan umat sampai habis masa SK-nya. Jika SK para petugas P4 tersebut berakhir, maka yang bertugas untuk melayani umat Kristen, Hindhu dan Budha dalam pernikahan direncanakan saat itu para petugas pejabat Disdukcapil yang layak melakukan pencatat perkawinan dari kantor Disdukcapil langsung yang berjumlah 3 orang pegawai. 

Kami para petugas P4, baik yang aktif maupun yang sudah non aktif karena masa SK sudah habis, saat itu membentuk Paguyuban P4 dan saya ditunjuk menjadi koordinatornya, mengadakan audiensi dengan Ketua DPRD dan Ketua-Ketua Komisi (Saat itu, Bupati Dian Kristiandi S.Sos, masih menjadi salah satu Ketua Komisi dari Fraksi PDIP) pada hari Rabu, tanggal 10 Juni 2013 kemudian dilanjutkan audiensi dengan Bupati Jepara, saat itu H. Akhmad Marzuki, SE pada hari Jumat, tanggal 13 Juni 2013 dengan satu isu yang sama.  Baik dalam audiensi dengan Ketua DPRD maupun Bupati, kami mempertanyakan logika bahwa tiga orang pejabat/ pegawai Disdukcapil Kabupaten Jepara apakah memungkinkan melayani pernikahan umat Kristen, Katolik, Hindhu, dan Budha di Kabupaten Jepara ini?  Kami menyatakan bahwa rasanya akan mengalami kesulitan karena selain pejabat/ pegawai tersebut memiliki tupoksi tersendiri yang harus dikerjakan secara maksimal dan beberapa alasan lain sebagai berikut:

  • Jumlah umat Kristen, Katolik, Hindhu dan Budha yang cukup banyak.  Di kabupaten Jepara terdapat sekitar 100 gereja dengan jumlah umat Kristen berkisar 18.000 orang; 31 vihara dengan jumlah umat Budha 7.000 orang; 3 pura dengan jumlah umat Hindhu 500 orang
  • Secara geografis, umat Kristen, Katolik, Hindhu dan Budha menyebar di berbagai lokasi yang di beberapa tempat, jauh dari jangkauan kantor Disdukcapil; baik warga yang akan datang langsung maupun petugas yang akan mendatangi, akan mengalami kesulitan.  Suatu contoh, ada komunitas umat Budha yang bertempat tinggal di Guwo Blingoh Kecamatan Donorojo, sekitar 40 km dari pusat kota Jepara.  Ada juga komunitas umat Kristen di daerah Tempur Damarwulan Kecamatan Keling, sekitar 50 km dari pusat kota Jepara dengan kondisi jalan yang cukup sulit. 
  • Frekuensi pernikahan umat cukup tinggi.  Setiap tahunnya, umat Kristen/ Katolik warga yang menikah sekitar 130 pasang; umat Hindhu dan Budha 20 pasang.
  • SDM umat yang rendah dan berpikiran sederhana.  Hal ini menyulitkan apabila mereka mengurus sendiri syarat-syarat administrasi pernikahan yang cukup rumit.  Jika umat ini berlokasi jauh dari kantor Disdukcapil, akan sangat kasihan kalau harus bolak-balik hanya untuk memenuhi syarat administrasi.  

Kami juga mengungkap keberadaan P4 pada saat itu, yakni sebagai berikut:

  • Membantu pemerintah dalam hal ini kantor Disdukcapil dalam hal melayani masyarakat, khususnya umat Kristen, Katolik, Hindhu, dan Budha dalam pernikahan.  Petugas P4 membantu pengurusan syarat administrasi bagi umat dan segera melaporkan peristiwa pernikahan kepada pihak kantor Disdukcapil supaya dicatat pada Register Akta Perkawinan dan diterbitkan Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana mestinya.  Prinsip pelayanan yang efektif dan efisien diterapkan oleh petugas P4 dalam pelayanannya.  Sampai sejauh ini tidak ada keluhan dari umat, melainkan mereka merasa ditolong.
  •  Petugas P4 yang adalah para pemuka agama dalam komunitasnya masing-masing, dalam pelaksanaan tugasnya, mempunyai peran juga dalam hal pembinaan umat, khususnya dalam hal persiapan maupun dalam hal pelaksanaan pernikahan sesuai dengan ajaran agama komunitas tersebut.
  • Petugas  P4 dalam pelaksanaan tugas; prioritas pada pelayanan umat, bukan pada pencarian materi.  Adapun subsidi perjalanan pelayanan yang tidak seberapa dari kantor Disdukcapil setiap tahunnya diterima dengan ikhlas tanpa keluhan.

Regulasi sebagai Payung Hukum

Saat itu juga kami sampaikan bahwa kajian kami terhadap surat edaran Kemendagri yang ditujukan kepada Gubernur dan bupati seluruh Indonesia, No. 472.2/6614/MD tertanggal Jakarta, 15 Oktober 2012 yang menyatakan P4 tidak sejalan dengan UU no. 23 th 2006   menurut kami membingungkan.  Sesuai dengan Kepmendagri No. 97 Th. 1978 Petugas P4 hanya mendaftarkan/ melaporkan peristiwa pernikahan serta menyimpan akta perkawinan; pengesahan pernikahan secara pemerintahan oleh petugas dari kantor Disdukcapil.  Mengapa dikatakan P4 sebagaimana diatur dalam Kep Mendagri  no. 97 th 1978 tidak sejalan dengan UU no. 23 th 2006. Pernyataan "tidak sejalan" tidak memberi kejelasan/ ketegasan  apakah keberadaan P4 dilarang atau bisa diteruskan.

Sehingga kemudian kami mengajukan permohonan supaya keberadaan P4 tetap dipertahankan dengan mengacu kebutuhan umat dan juga perundangan otonomi daerah.  P4 yang saat ini sudah habis SK Gubernurnya, kami mohon dapat diaktifkan kembali dengan kebijakan Bupati/ Kantor Disdukcapil berdasarkan perundangan otonomi daerah.

  • UU 32 th. 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Bab III Ps. 10 ayat 2:
  • Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah sebagai dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas oronomi dan tugas pembantuan.
  • PP 38 th. 2008 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah propinsi dan Pemda Kabupaten; Ps. I ayat 4-5: otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (ay. 4).
  • Urusan pemerintahan  adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
  • Perda No. 3 th 2008 Ps. I ayat 6: Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan pelayanan dasar bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sejenisnya.

Kami saat itu juga mohon supaya Revisi dan Pembaruan Perda Kabupaten Jepara tahun 2014 mendatang tentang  otonomi daerah, mohon dimasukkan eksistensi P4 dalam membantu pencatatan perkawinan umat, sebagaimana yang sudah berjalan pada tahun-tahun sebelumnya, sebagaimana yang diatur dalam Kepmendagri No. 97 Tahun 1978.

Penetapan PAP3

Alhasil, dengan didukung oleh Kepala Dinas Kantor Disdukcapil saat itu, Ibu Sri Alim Yuliatun, SH. M.Si, maka baik Ketua DPRD saat itu Bapak H. Yuli Nugroho (alm) merekomendasi keberadaan P4 supaya dipertahankan dan Bupati Akhmad Marzuki, SE. kemudian mengeluarkan SK bagi kelangsungan tugas P4 hanya kemudian istilahnya diganti menjadi PAP3 sebagaimana yang saya sebut di atas.

Kami mendengar beberapa keluhan rekan yang tidak memiliki semacam P4 atau PAP3 di kabupaten atau daerah lain, semua dihandle oleh pegawai atau pejabat dari Disdukcapil setempat.  Keluhan mereka rata-rata seperti ini: mereka repot harus datang ke kantor Disdukcapil untuk pengurusan pencatatan.  Bayangkan, pengantin hari itu dilakukan pemberkatan dan perhelatan di rumah, masih harus pergi berduyun-duyun bersama para saksi dan keluarga ke kantor Disdukcapil yang belum tentu dekat dari rumah pengantin.  Kalaupun toh pegawai dari Disdukcapil datang, selain memikirkan uang transport juga kadang datang terlambat sehingga keluarga pengantin harus menunggu kedatangan pegawai tersebut.  Atau ada keluhan, petugas lupa datang, sehingga perlu ditelpon berulang-ulang. 

Maklumlah, kalau di Jawa Tengah khususnya, orang punya hajatan pernikahan biasanya memilih hari yang disebut hari baik dan bulan baik, misalnya bulan Jawa Besar, hari Selasa Legi.  Sehingga pada bulan dan hari itu akan banyak orang punya kerja. Kalau hanya pegawai Disdukcapil dalam jumlah terbatas kemudian mereka harus mendatangi banyak lokasi pernikahan dalam sehari, betapa pontang-panting dan ribetnya.  Petugas Pemuka Agama sebagai Penghubung Pencatatan Perkawinan (PAP3) yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Jepara dalam hal ini sangat membantu memperlancar tugas-tugas pencatatan perkawinan itu menjadi lebih efisien dan efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun