Pernahkah kita membayangkan seekor robot yang belajar menjadi orang tua? Mungkin terdengar aneh, tetapi itulah yang terjadi dalam film "The Wild Robot". Film ini mengisahkan tentang sebuah robot bernama Roz yang terdampar di pulau terpencil dan harus beradaptasi dengan alam serta sekelompok hewan yang menjadi keluarganya. Walaupun hanya mesin, Roz belajar bagaimana membesarkan seekor anak bebek yang kehilangan induknya. Kisah ini penuh pelajaran tentang kepengasuhan yang sebenarnya sangat relevan dengan kehidupan di pesantren, khususnya di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Tijarotul Qur'aniyah (PPMMTQ) Sukoharjo.
Mengasuh Bukan Hanya Menjaga, Tapi Membimbing
Dalam "The Wild Robot", Roz memulai perannya sebagai pengasuh dengan kebingungan total. Ia adalah robot, sebuah mesin yang tidak dirancang untuk mengasuh makhluk hidup. Namun, seiring waktu, Roz menyadari bahwa mengasuh bukan hanya soal menjaga keamanan fisik, tetapi juga tentang memberi arah, membimbing, dan memberikan contoh yang baik. Roz tidak memaksakan dirinya menjadi "ibu" secara konvensional, tetapi ia beradaptasi untuk mendidik anak bebek sesuai kemampuannya.
Ini sangat relevan dengan peran musyrif dan musyrifah di pesantren. Mereka memahami bahwa tugas mereka bukan sekadar mengatur jadwal shalat dan belajar. Lebih dari itu, mereka harus menanamkan nilai-nilai aqidah, ibadah, akhlak, muamalah, dan syariah dalam kehidupan sehari-hari para santri. Pesantren bukan hanya tempat belajar ilmu agama dan ilmu dunia, tetapi juga tempat bagi santri untuk memahami dan mengamalkan aqidah, ibadah, dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti halnya dalam Surah Al-Baqarah ayat 286,
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Baginya (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya, dan ia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.'"
Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap masalah yang dihadapi, termasuk dalam kepengasuhan, sudah diukur kadarnya oleh Allah SWT. Dengan pemahaman ini, musyrif dan musyrifah diharapkan mampu menjalani tugas mereka dengan kesabaran dan keyakinan bahwa setiap tantangan yang ada bisa dihadapi dengan baik. Mereka perlu memahami bahwa tanggung jawab mereka, seperti yang diajarkan dalam Al-Qur'an, sudah sesuai dengan kemampuan mereka. Sehingga, tugas mereka adalah memberikan yang terbaik dalam proses membimbing santri.
Kesabaran: Kunci Utama dalam Pengasuhan
Roz belajar untuk bersabar. Sebagai sebuah mesin, ia tidak memahami mengapa anak bebek membutuhkan kasih sayang dan perhatian lebih. Namun, ia belajar bahwa kesabaran adalah kunci dalam mengasuh. Sama seperti musyrif dan musyrifah yang terkadang harus menghadapi berbagai karakter santri, beberapa mungkin bandel, yang lain mungkin terlalu pendiam. Setiap santri memiliki keunikan masing-masing, dan ini menuntut kesabaran ekstra.
Rasulullah SAW mengajarkan bahwa kesabaran adalah bagian penting dalam kehidupan. Dalam hadits disebutkan,Â
"Sesungguhnya kesabaran itu adalah cahaya" (HR. Muslim).
Kesabaran yang dimiliki musyrif dan musyrifah dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul adalah cahaya bagi para santri, yang akan menuntun mereka menuju pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan dan ajaran agama.