Mohon tunggu...
Suyatno Budiharjo
Suyatno Budiharjo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teknik Telekomunikasi Telkom University

Hobi ngoprek perangkat IT, ngoding, dan membuat perangkat IoT

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Banyu Biru: Kemarau, Kekeringan, dan Kebakaran

24 Agustus 2023   09:13 Diperbarui: 26 Agustus 2023   11:52 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan yang beriklim tropis atau berada di garis ekuator, sehingga hanya mengenal dua musim yaitu kemarau dan hujan. Indonesia berada di sepanjang bentangan garis katulistiwa, karena itu Indonesia hanya memiliki dua musim, yakni musim hujan dan musim kemarau, dimana musim hujan mulai pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan Maret. Sementara musim kemarau dimulai dari bulan April hingga September [1]. Sehingga saat ini Indonesia berada pada musim Kemarau.

Kemarau

Mengapa Kemarau tahun ini Lebih Panas dan Lebih Kering?

Suhu udara tahun ini mencatat rekor terpanas sepanjang sejarah karena perubahan iklim dan fenomena El Nino [2]. Musim kemarau di Indonesia menjadi lebih lama dan lebih kering, karena dampak fenomena El Nino. Perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca.

Pergeseran ini terjadi secara alami, seperti melalui variasi siklus matahari [3]. Namun perubahan iklim ini semakin cepat berubah karena aktivitas manusia dalam melakukan pembakaran bahan bakar fosil batu bara, minyak dan gas, mengeluarkan Emisi gas karbon. 

Efek emisi gas karbon yang menyelimuti bumi, menyebabkan panas dari matahari terperangkap diantara langit (atmosfer) dan bumi, sehingga terjadi efek rumah kaca, dimana panas dari matahari bisa masuk, namun udara panas terperangkap didalamnya, serasa hidup dalam sauna. Itu kalau panasnya biasa saja, kalau terlalu panas, bisa jadi serasa terpanggang.

Ternyata tidak hanya ini sebabnya mengapa tahun ini lebih panas dan lebih kering, El Nino juga ikut memberikan efek yang luar biasa panasnya, karena musim kemarau tahun ini menjadi lebih lama atau lebih panjang, serta lebih kering karena curah hujan yang menurun? Loh, kok bisa? 

Agar lebih mudah dimengerti, ada baiknya kita merujuk pada situs resmi Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG, El Nino-Southern Oscillation (ENSO) atau El Nino adalah fenomena anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. 

Yang panas di Samudera pasifik, mengapa sakitnya tuh (panasnya sampai) disini? Bisa lebih sederhana ngga bahasanya? Sebentar, udara mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah, benar? Silakan lakukan percobaan dengan balon! 

Ok, lantas apa hubungan tekanan dengan suhu? Semakin tinggi suhunya semakin rendah tekanannya.  Sehingga udara mengalir dari suhu rendah ke suhu yang tinggi, akibatnya fenomena El Nino ini menyebabkan daerah pertumbuhan awan bergeser dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik bagian tengah. Akibatnya, kondisi tersebut menyebabkan berkurangnya curah hujan di Indonesia.Inilah yang menyebabkan kemarau tahun ini lebih panas dan lebih kering karena berkurangnya curah hujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun