Mohon tunggu...
Suyatno
Suyatno Mohon Tunggu... Lainnya - wirawiri

Bachelor of Law at UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2024

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Seni Menjaga "Kewarasan" di Pedesaan

17 September 2024   15:19 Diperbarui: 18 September 2024   15:21 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI: Seorang pria sedang mengamati lingkungan pedesaan tempat tinggalnya | Gambar oleh @bugphai dari Freepik

Mengenal Kewarasan dan Tantangannya

Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti pernah mendengar kata "waras". Penggunaan kata "kewarasan" dalam artikel ini berasal dari kata "waras" yang artinya sehat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata waras dartikan sebagai sembuh jasmani. 

Sementara dalam pandangan penulis, kata "waras" dapat dimaknai secara filosofi yang berarti kembali pada keadaan semestinya. Kata mesti menujukkan keadaan ideal, di mana individu dapat beraktivitas tanpa terhambat oleh penyakit jasmani atau rohani apapun.

Keadaan awal individu sebagai manusia menginginkan situasi normal, sehingga ketika terserang penyakit harus segera disembuhkan karena dianggap tidak normal. Inilah yang dimaksud kembali pada keadaan semestinya, di mana waras dipahami sebagai kembalinya individu sebagai manusia yang sehat sesuai fitrahnya.

Lalu bagaimana jika konsep di atas diterapkan kepada individu sebagai sarjana? Tentu yang harus pertama dipahami adalah fitrahnya seorang sarjana, bahwa setelah menyelesaikan pendidikan tinggi seorang sarjana harus bisa mengamalkan ilmunya di tengah-tengah masyarakat. Mengamalkan artinya dapat memberikan pengaruh secara signifikan khususnya terhadap bidang yang ia tekuni selama pendidikan.

Namun tidak jarang setelah selesai mengenyam pendidikan tinggi, seorang sarjana akan mudah "tenggelam" dalam lingkungan yang dinamis sehingga ilmunya dapat luntur karena terkena penyakit malas. Penyakit malas ini dapat dipicu karena transisi lingkungan akademik ke lingkungan masyarakat, dimana terdapat perbedaan tuntutan. 

Maksudnya ketika masih di lingkungan akademik, individu cenderung dituntut untuk aktif membaca, menulis, dan berdiskusi, sementara di lingkungan masyarakat terdapat tantangan untuk melakukan semua itu seperti kesibukan dan terjebak dalam zona nyaman. 

Kedua hal ini dapat mengakibatkan sarjana terkena penyakit malas, yaitu malas membaca, malas menulis, dan malas berdiskusi. Penyakit malas memang bisa menyerang siapa saja, namun bagi seorang sarjana, penyakit malas akan berdampak buruk pada budaya akademiknya.

Sumber gambar: DALL-E pada Canva
Sumber gambar: DALL-E pada Canva

Lingkungan Pedesaan

Lingkungan pedesaan identik dengan keadaan seadanya mulai dari pendidikan belum merata, kultur masyarakat yang awam terhadap budaya akademik, sampai masih kurangnya minat baca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun