Mohon tunggu...
Suyatno
Suyatno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate

Hai, nama saya Suyatno. Hobi saya adalah menulis. Saya menyukai menulis karena bagi saya menulis menjadi ruang untuk mengekspresikan ide dan kegelisahan atas sesuatu. Tulisan saya banyak terinspirasi dari nilai-nilai dan etik yang saya temukan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, menulis juga bagi saya adalah tempat belajar yang menarik karena dengan menulis saya dapat melihat kekurangan yang ada pada diri saya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bipolaritas Gender

2 Februari 2024   12:53 Diperbarui: 2 Februari 2024   12:58 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks ini, bipolaritas gender merujuk pada pemahaman atau pandangan yang menyederhanakan peran gender menjadi dualisme kultural, yakni domestik dan publik, sifat maskulin dan feminim, serta dampak dari dualisme kultural itu sendiri, yaitu dominasi dan tersubordinasi.  Pemahaman ini cenderung melihat gender sebagai suatu spektrum yang selalu terdiri dari dua kutub yang kontras, tanpa mempertimbangkan variasi dan kompleksitas identitas gender yang sebenarnya (gender equality).

Pendekatan yang lebih kontekstual dan inklusif terhadap gender mengakui bahwa identitas dan ekspresi gender tidak selalu dapat dibatasi hanya dalam dua kategori yang berlawanan. Sebaliknya, pendekatan ini mengakui spektrum yang lebih luas dan kompleks dalam hal identitas dan ekspresi gender, termasuk berbagai identitas gender di luar konsep tradisional maskulinitas dan femininitas.

Asumsi pokok gender telah memunculkan beragam perspektif dan keyakinan yang menempatkan perempuan pada dominasi laki-laki. Bertahun-tahun lamanya, peran perempuan dengan laki-laki dipisahkan oleh budaya patriarki yang mengakar di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, tidak bisa dihindari ideologi gender menjadi keniscayaan bahwa sifat feminim dimiliki perempuan, sifat maskulin dimiliki laki-laki, atau dengan terminologi lain seperti domestik-publik, serta mendominasi dan tersubordinasi.

Bipolaritas di atas sebenarnya netral, namun karena pengaruh dari budaya patriarki, kedudukan bipolar bergeser pada satu sisi yang dimiliki laki-laki atau perempuan. dengan demikian bipolaritas tersebut meliputi sifat feminism untuk perempuan dan sifat maskulin untuk laki-laki, peran domestik untuk perempuan dan peran publik untuk laki-laki, serta posisi tersubordinasi dialami perempuan dan dominasi dialami oleh laki-laki. Padahal keduanya bisa dipertukarkan satu sama lain(bipolaritas netral).

Sifat maskulin dan feminism, sebetulnya menjadi pembicaraan pada wilayah organ biologis laki-laki dan perempuan yang berbeda. Perempuan secara kodratis difasilitasi organ tubuh untuk bereproduksi seperti vagina, indung telur, menstruasi, dan air susu. Sedangkan laki-laki tidak memiliki itu semua. Sehingga konsekuensi budaya yang muncul dari organ tubuh tersebut, perempuan memiliki sifat halus, penyabar, penyayang, keibuan, dan lain sebagainya. Sementara laki-laki sebaliknya, tidak direpotkan dengan siklus reproduksi sehingga dikonstruksi budaya sebagai fisik yang kuat, kekar, jantan, dan perkasa.

Kemudian dalam peran domestik dan publik, konstruksi sosial-kultural telah membangun perempuan dengan sifat feminimnya dipandang lebih layar bekerja di sektor domestik. Pekerjaan domestik yang membutuhkan kehalusan, kesabaran, kearifan, dan seterusya, seperti membersihkan rumah, mengurus anak, memasak, mencuci, dan lain lain. Sedangkan laki-laki dipandang untuk bekerja di sektor publik, yang mana harus bekerja mencari nafkah di luar rumah. Tugas tersebut dipandang keras dan memerlukankekuatan fisik yang memadai seperti sifat maskulin laki-laki.

Dari pekerjaan domestik dan pekerjaan publik inilah kemudian mengakibatkan terjadinya dominasi dan subordinasi pada laki-laki dan perempuan. Misalnya dalam keluarga, laki-laki dengan sifat maskulinya ditempatkan sebagai kepala rumah tangga, sedangkan perempuan ditempatkan keduanya (subordinasi). Hubungan suami dan istri bisa diibaratkan sebagai jari tangan. Sebagai istri dikiaskan sebagai jempol (ibu jari), mereka harus "pol" mengabdi kepada suami. Ibarat telunjuk, istri harus menuruti perintah suami, pemberian suami berapapun sedikitnya harus dihargai. Ibarat jari manis, istri harus berpenampilan manis, walaupun keadaan hatinya berantakan. Dan istri ibarat jentik, harus rajin dan teliti serta terampil melayani istrinya. Dari ungkapan tersebut realitanya demikian, sehingga dapat disimpulkan laki-laki mendominasi, sedangkan perempuan selalu tersubordinasi. Padahal yang namanya gender, bisa dipertukarkan laki-laki dengan perempuan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun