Kedua, rajinlah mecatat informasi yang menarik. Informasi menarik dapat datang dari mana saja. Di sini saya ingin mencontohkan media cetak saja, baik koran, tabloid, majalah, maupun buletin. Saat membaca salah satu koran Jawa Tengah, saya mendapatkan informasi bahwa di Boyolali ada yang disebut Pasar Sunggingan, yang setiap Selasa Pahing selalu ramai oleh penjual sapi; kemudian saya mengonversikan informasi tersebut ke dalam cerita yang sedang saya kerjakan menjadi begini:
Warga Bayur tumpah-ruah di sini, tidak tua tidak muda. Semua berjubal-jubal sesak seperti Selasa Pahing di pasar hewan Sunggingan, Boyolali.
Andrea Hirata juga melakuka metafora serupa, misalkan dia menggambarkan suasana sepi dengan kalimat: “……seperti Purbalingga malam Jumat Kliwon.”
Contoh serupa terjadi ketika saya membaca sebuah buku, kemudian saya mendapatkan informasi mengenai sosok Oscar Arias Shancez, tak tunggu lama, saya pun mengonversikan informasi berharga itu ke dalam cerita yang sedang saya tulis menjadi begini:
[***Demi keluarganya, ia harus menjadi figur seperti Oscar Arias Shanchez, motor pendorong perjanjian Esquipulas II yang dihadiahi nobel sehingga gengsi Kosta Rika di kancah dunia meningkat drastis. Semua itu tentu tak semudah berjanji, berkata-kata semata.]
Atau contoh potongan tulisan saya yang berbunyi begini:
[***Namun, banyak orang-orang besar yang telah mendahuluinya. Elko hanya satu di antara banyak orang yang berani bermimpi, seperti mereka: Helmi Yahya, si raja kuis Indonesia. Kemudian Mao Tse-Tung, seorang petani di desa Shao, propinsi Hunan, yang pada 1 Oktober 1959 berjasa memproklamirkan Republik Rakyat China. Atau Benito Musolini, diktator Italia itu, terlepas dari pro dan kontranya jelas pantas disebut orang yang luar biasa. Lalu Ahmadinejad, presiden pertama Iran. Kemudian penakluk luar biasa seperti Westerling, Deandlels, Jan Pieters-Zoon Coen. Sampai BJ.Habibie yang sejak lahir sudah tak berayah, namun berhasil dengan IPTN-nya di Bandung. Dan sebagai pendamping hidup kelak, Elko sangat menginginkan sosok serupa Naomi Susan, bos besar Grup Ovis itu.]
Atau ketika saya tahu, bahwa Xinjiang adalah daratan yang paling jauh untuk menuju air laut terdekat, maka saya menulis cerita menjadi begini:
[***Ibarat gadis itu laut, dirinya adalah apuran di pelosok Xinjiang, entah bagaimana menujunya. Ibarat taman, gadis itu selalu menantikan hujan dan angin sejuk, sementara dirinya sementara ini adalah kekeringan yang mati-matian melakoni hibernasi musim kemarau, berbulan-bulan lamanya sampai nyaris mati sebagai makhluk dengan kisah kematian paling menggiriskan.]
Ketika saya tahu tentang desa Habaniyah, saya pun menulis dalam tulisan fiksi saya menjadi begini:
[***Mereka melangkah dengan anggun seperti sepasang pengantin sedang menuju desa Habbaniyah –sebuah desa di propinsi Anbar, Irak, yang dikenal sebagai resor tempat memadu kasih–untuk memenuhi janji berbulan madu. Seperti Xanthus dan Balius, sepasang anjing milik Akhiles yang hidup abadi, kini mereka adalah pasangan yang siap mencecap kasih dan asmara hingga ke altar keabadian, surganya Allah.]