Hampir sebulan ini aku ke rumah Ibu karena merasa badan kurang vit. Tiada maksud lain ingin beristirahat di sana dan bila suatu saat nanti aku meninggal berada di antara mereka yang menyayangiku.Â
Ibu dan saudara-saudaraku sangat memperhatikanku selama aku sakit. Kedatanganku disambut dengan senang hati.
Baru saja aku datang adik perempuanku mrnawariku untuk memanggilkan tukang pijat, aku pun mengiyakannya dengan nada yang lirih. Sebelumnya aku sudah pergi ke tukang pijat, tetapi dia tidak bisa karena dia sedang sakit juga. Hingga akhirnya sakitku semakin menjadi dan badan melemah.Â
Ibuku melayaniku bak puteri. Setiap pagi bangun pagi sebelum subuh menyiapkan air hangat untuk mandi dan terapi, membuatkan susu, menyiapkan sarapan pagi.
Ibu selalu menungguiku dan menemaniku. Dia selalu bertanya, "Apa yang sakit?"
Menjeang aku tidur, Ibu memijit badanku yang sakit semua serasa ditusuk-tusuk jarum, dengan tangannya yang halus dan lembut. Sentuhan tangan, ucapan doa, dan kasih sayabgnya membuatku kuat.
Sebekumnya aku pasrah, bila memang Tuhan menghendaki aku meninggal karena sakit ini aku ikhlas. Akan tetapi, Ibulah yang selalu mengobarkan semangat untuk sembuh.Â
Kadang kala Ibu juga marah karena jengkel bila aku tidak mau makan apa yang sudah disiapkannya di meja. Mau bagaimana, kondisi sakit, badan lemas, lihat makanan sudah tidak ada selera, mulut terasa pahit semua.
Hanya madu yang bisa aku konsumsi dan berasa manis. Untuk makan tidak bisa merasakannya, walaupun itu pahit rasanya aku paksa dan telan tanpa mengunyah asalkan bisa masuk perut.Â
Untuk makan buah pepaya harus dilumatkan dulu menggunakan sendok. Mulut ini rasanya tidak ada kekuatan untuk mengunyah makanan. Bubur menjadi konsumsi termudah, nasi lunak dengan sayur bening, lontong, semua itu harus aku paksakan agar bisa masuk perut, bila tidak ingin kena marah Ibuuku.
Karena merasa khawatir dengan sakitku, Ibu membelikanku obat dan viramin di apotik, dengan menyuruh adik. Setelah minum obat itu, sakit tidak reda juga.