Belum dilantik, segugang permasalahan dan permintaan sudah mulai muncul di pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo. Mulai penyelesaian pembangunan tol laut, jembatan selat sunda, penyelesaian kasus munir, pembongkaran kartel migas dari hulu sampai hilir dan yang terbaru tentang penggantian kendaraan operasional menteri di pemerintahan Joko Widodo. Pro kontra pun menyelimuti media-media Indonesia. Bapak Presiden terpilih isu nya menolak penggantian mobil Toyota Crown Royal Saloon ke Mercedes Benz seri S 300 seharga 1.8 M.
Kami pun tidak kaget karena justru berita tentang kendaraan mewah dan bermewah-mewah di Indonesia bagi kami sudah hal lumrah, biasa, standar saja di kalangan pejabat Tanah Air. Memang ada beberapa pendapat tentang kendaraan dinas menteri di Indonesia. Apa sih fungsinya kendaraan mewah seharga milyaran rupiah kalau dipakai di jalanan Jakarta yang tambah macet itu? Apa ketika di dalam kemacetan lalu yang lewat mobil mewah maka mata masyarakat yang terjebak dalam kemacetan akan mengarah ke mobil mewah itu?
Kata orang bijak adalah penuhilah kebutuhanmu bukan keinginanmu. Kalau memang kebutuhan untuk kendaraan operasional yang menunjang kinerja menteri kenapa justru pemerintah enggan menggunakan mobil sejuta umat yang notabenenya sekarang sudah nyaman? Seperti Avanza, Xenia, Innova, atau Fortuner, serta sedan-sedan kelas midsize yang sudah nyaman dan pantas. Apabila berbicara SOP, apa kemudian ketika mobil mewah dipakai menteri maka kinerja kementrian yang dipimpinnya akan menjadi lebih baik? Kalau mau memakai mobil mewah tetapi masih saja digunakan untuk perjalanan dari rumah dinas ke kantor ya mending tidur dirumah saja sambil liatin masalah rakyat dari media kalau sudah parah baru turun ke masyarakat.
Seharusnya mental-mental hedonisme yang demikian sedikit demi sedikit kita hilangkan demi masa depan yang lebih baik. Biasanya mental-mental hedonisme ini lahir sejak mereka tinggal di lingkungan borjuis. Kadang ada juga lahir sejak mereka dilahirkan. Pejabat bersih memang seakan sulit mendapat tempat di Negeri ini. Giliran pejabat dipuja-puja, padahal topengnya itu lebih absurd dari sinetron-sinetron animasi visual ular berkepala dua di Indonesia. Kami harap perlu mempertimbangkan pembelian sesuatu yang tidak dibutuhkan oleh pemerintahan yang baru. Jangan hanya menyalahkan rakyat yang senang membeli kendaraan mewah sedangkan konsumsinya masih BBM bersubsidi. Pemimpin itu harus memberikan contoh bagaimana caranya hidup tidak bermewah-mewahan.
Kami pun heran semakin bertambah usia kemerdekaan kenapa pemerintah tidak malu lagi menampakkan sikap bermewah-mewahan, pura-pura miskin di antara masyarakat Indonesia yang memang masih banyak yang benar-benar miskin serta masih membutuhkan beras. Kami rakyat tidak bangga melihat menteri kami memakai kendaraan mewah, kami juga tidak butuh kendaraan mewah itu, kami butuh beras, BBM terjangkau, kebijakan yang pro rakyat, toh juga kendaraan mewah menteri hanya menteri yang pakai untuk kendaraan operasional pergi dari rumah ke kantor. Kami rakyat tetap disuguhi tontonan korupsi, kolusi nepotisme oleh kalangan pejabat. Toh menggunakan kendaraan sejuta umat tidak menurunkan wibawa anda semua, justru menurunkan cost yang cukup banyak untuk dialihkan ke hal-hal yang lebih dibutuhkan.
Salam Kopi Panas, Singaraja 10 September 2014 Pukul 21.45 WITA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H