Mohon tunggu...
Suwandi Aris Wibowo
Suwandi Aris Wibowo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Pojok Pekalongan

Menulis adalah jalan ninjaku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Aksara (Bagian 1)

7 September 2021   09:56 Diperbarui: 7 September 2021   10:07 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Pixabay

Sore itu, anak-anak bermain sepakbola di sebuah lapang dekat pemukiman warga. Sesekali mereka  beteriak keras  untuk sekedar minta oper bola atau selebrasi usai mencetak gol. Teriakan  itu justru kian keras saat waktu menjelang petang.

 "Yeaihhh... Golll!!" Suara Anak-Anak Bermain Bola.

Beberapa rumah memang dekat dengan lapang itu  salah satunya  kos-kosan yang ditempati pemuda  bernama Yoga. Ia sedang tertidur kala itu, menjadi kaget dan akhirnya terbangun. Yoga merasa terusik dan membuka jendela kamarnya. Namun seperti sudah jadi kebiasaan, Ia bagai lupa memandang langit sore.

"Ahg...Masih pagi ternyata" Kata Yoga dengan suara agak lemas.

Ia pun mencari bantal dan kembali membalikan badan di pulau kapuknya itu.

"Yoga....Ga, Ga!!! Bangun !" Teriak Sabdi

Sabdi adalah teman kos sekaligus sahabat erat Yoga selama menempuh studi dibangku kuliah. Mereka berdua sudah seperti saudara yang selalu bersama saat pergi kemana-mana. Sabdi paham akan kebiasaan sahabatnya itu bahkan beberapa alergi sampai makanan favoritnya juga hafal di luar kepala.

Sabdi masuk ke kamar Yoga seraya membangunkan sahabatnya itu dengan dorongan agak keras. Tak lama kemudian,  Yoga terbangun dan menyadari ternyata hari sudah sore.

"Apa Wes sore, Sab? Kenapa gak dibangunkan toh, aduhhh" Keluh Kesah Yoga.

" Tak kira kamu sudah berangkat siang tadi" Saut Sabdi.

Siang tadi seharusnya Yoga datang menghadiri lauching buku penulis idolanya. Namun karena kesorean, bukan lagi kesiangan, ia gagal berjumpa idola apalagi mendapatkan tanda tangannya. Sebuah cerita umum bagi sahabat-sahabat Yoga, 'namanya juga Yoga, kalau galau juga mesti baca buku'.

Walaupun sering tidur sore, Yoga adalah seorang kutu buku berat yang menghabiskan hampir sepanjang waktunya untuk membaca buku. Ia pun tak banyak memiliki teman seperti mahasiwa lain. Ia tak tertarik pada olahraga ataupun sejenis game, kopi dan hal lainya yang digandrungi anak muda. Yoga benar-benar tak peduli asalkan ia tetap bersama buku-bukunya itu.

Beruntung sekali, Sabdi masih bisa menerima segala tingkah anehnya. Tak jarang, Sabdi juga harus ikut berurusan dengan ekspektasi aneh yang dipikirkan oleh Yoga. Namun betapapun Yoga adalah sahabat serumah kos yang berjuang suka dan duka.

Malam itu, Yoga tengah duduk sendiri di teras rumah kos-kosanya. Ia tampak masih tak bisa menyembunyikan kesedihan dan penyesalan, wajahnya begitu gusar dan penuh kebingungan. Yoga mengambil sebuah buku dan menuliskan kata 'end'. Ia tak mengatakan apapun dan pergi ke dalam ke kamar dengan wajah musam.

Sabdi yang menyaksikan sahabatnya begitu bersedih menjadi kasihan kendati tak dapat melakukan apa-apa.

"Kasihan Anak Itu, Kebiasaan jadi sebab ketidakbisaan" Pungkas Sabdi Dalam Renungnya.

Pagi pun datang, cuaca hari ini begitu cerah dan bersinar. Seperti biasa, Sabdi harus membangunkan sahabatnya agar kesiangan tak berubah jadi kesialan . Apalagi Yoga punya segudang janji hari ini. Sabdi selalu tau jadwal sahabatnya karena Yoga selalu memasang alarm terus menerus namun tak pernah sekalipun dimatikan.

"Treennn...Trennn" Suara Alarm Handphone Yoga

"Ga, Bangun Ga, Ayol Loh... Jangan Sedih Terus..." Sahut Sabdi.

Beberapa kali Yoga hanya mengangguk tapi kasur itu begitu lengkel menempel tubuhnya. Tak semudah itu bagi Sabdi membangunkan pagi yang tak berselera bagi Yoga. Namun sehabat selalu punya cara untuk menyelesaikan masalah. Sabdi paham betul bahwa Yoga paling tak suka dengan rambutan. Ia melemparkan gambar Rambutan diponselnya dan tiba-tiba Yoga langsung kaget hingga refleks lari ketakutan.

"Hahahaha...Yoga Yoga" Tawa Sabdi Melihat Tingkah Yoga

"Owalah...Sab, Sab. Bisa Wae Kamu..." Pungkas Yoga.

Mereka pun bergegas berangkat kuliah.

Tak berselang lama, Mereka telah sampai dikampus. Seperti mahasiswa pada umumnya, mereka datang tepat waktu dan rasanya normal saja. Hal itu terjadi berulang dan tak ada yang janggal dalam hal apapun. Meskipun dikenal orang yang pendiam dan suka menyendiri namun kehadiran Yoga tak sampai membuat risih mahasiswa lainya. 

Beberapa bulan kemudian,

Yoga dan Sabdi memasuki masa akhir perkuliahan. Mereka mendapatkan tugas untuk praktik lapangan dan menyelesaikan tugas ditempat yang jauh dari kos-kosan. Mereka akhirnya memutuskan untuk bertemu sepulang kuliah di perpustakan. Sebuah tempat yang sungkar dimasuki Sabdi dan jadi biasa bagi Yoga.

" Ga.... Sepertinya kita harus berubah" Ucap Sabdi lirih pada Yoga.

Bersambung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun