Mohon tunggu...
Dudih Sutrisman
Dudih Sutrisman Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat Bidang Pendidikan, Sosial, Politik, Budaya, dan Sejarah

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu Tanpa Pemaparan Visi Misi, Ibarat Sayur Kurang Garam

8 Januari 2019   12:56 Diperbarui: 8 Januari 2019   13:02 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari belakangan ini, jagad politik nasional kembali dihebohkan oleh informasi-informasi kontroversial terkait dengan persiapan menjelang Pemilihan Presiden 2019. Setelah riuh tentang kotak suara yang terbuat dari kardus. Kini, Komisi Pemilihan Umum membatalkan pemaparan visi misi oleh para calon Presiden dan Wakil Presiden. Alasan yang dikemukakannya pun kontroversial dan menimbulkan banyak pertanyaan berbagai pihak. Salah satu alasan ditiadakannya pemaparan Visi Misi ini adalah karena tidak adanya kesepakatan di antara kedua pihak tim masing-masing Capres/Cawapres. Kubu Jokowi-Amin menginginkan agar pemaparan Visi Misi cukup disampaikan oleh Tim Kampanye, sedangkan Kubu Prabowo-Sandi menginginkan agar pemaparan Visi Misi itu langsung disampaikan oleh masing-masing Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Hal ini penulis anggap menarik sebab dalam skala terkecil sekalipun yakni untuk memilih ketua kelas saja pemaparan visi misi tidak diwakilkan tapi langsung dipaparkan oleh sang calon pemimpin, supaya apa? supaya orang yang akan dipimpinnya mengetahui apa saja visi dan misi dari sang calon pemimpinnya. 

Perlu kita perhatikan bahwa Visi itu berasal dari kata Vision atau pandangan jauh kedepan, dan Misi itu dari kata Mission atau langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapai visi tersebut. Ya sederhananya, Visi itu goalnya lah ya, mau dibawa ke mana kepemimpinannya dan apa tujuan dia memimpin akan terlihat dari visi yang akan disampaikannya. Bahkan dalam lingkup mahasiswa pun, kerap dilakukan bedah visi misi di mana para calon ini setelah pemaparan akan ditanya-tanya oleh anggotanya terkait langkah konkret dari apa yang telah diucapkannya. 

Hal ini menjadi salah satu tolak ukur seseorang dalam menentukan kemana pilihannya akan berlabuh. Sehingga, wajar bilamana para calon berlomba-lomba untuk membuat visi dan misi yang mampu menarik orang lain untuk memilihnya serta mereka mampu mempertahankan argumentasi berkenaan dengan visi-misi yang dibawanya bila terpilih. Masyarakat pun dapat menilai sendiri bagaimana psikologis para calon dari argumentasi tersebut. Masyarakat akan dapat menilai sendiri mana yang benar-benar akan menjalankan visi misi tersebut, mana yang hanya sekedar bermanis-manis kata dan janji.

Dan, sekarang kita dihadapkan pada situasi memilih pemimpin nasional. Sesulit apakah pemaparan Visi Misi bila disampaikan langsung oleh para Calon Presiden dan Wakil Presiden sehingga harus sampai diwakilkan pada tim kampanyenya? tidak bolehkah rakyat mengetahui dan menilai visi misi para calon pemimpin mereka selama lima tahun kedepan? Tidak bisakah rakyat menggali pemikiran para pemimpinnya berkenaan dengan visi misinya? sedangkan Visi Misi tersebut merupakan gambaran dalam menyusun program kerja pemerintahan selama lima tahun mendatang. Sesulit apakah lembaga KPU sebagai penyelenggara Pemilu dapat bertindak tegas dan memberlakukan keputusan yang sesuai kelaziman dalam masyarakat? ditiadakannya pemaparan Visi Misi ini merupakan suatu kemunduran dalam era demokrasi, kemunduran dalam pendidikan politik sebab bagaimana tidak, Debat Capres/Cawapres tetap diadakan namun Visi Misi yang menjadi jantung utama dari gambaran seluruh hal yang akan dilakukan oleh Capres/Cawapres tersebut malah ditiadakan. 

Lalu, apa yang akan diperdebatkannya? Masyarakat pun tidak mengetahui visi misi para capres-cawapres secara mendalam. Ibaratnya Pemilu itu sebuah sayur, namun rasanya agak aneh karena kurang garam. nah, garamnya itu ya Visi Misinya. Akan terasa hambar bilamana memilih pemimpin tapi kita tidak tahu apa visi misi yang diembannya secara mendalam.

Di era milenial ini, masyarakat sudah cerdas, perkembangan teknologi yang sudah memasuki era industri 4.0 membuat arus informasi deras dapat diterima manusia dengan mudah. Rekam jejak digital menjadi suatu hal yang sangat penting hari ini. Semoga masyarakat dapat menilai dengan cerdas mana calon pemimpin yang layak, jangan sampai memilih kucing dalam karung. Saatnya kedaulatan rakyat berbicara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun