Tulisan ini merupakan seri aturan dasar saat berkegiatan di luar ruang (outdoor), misalnya mendaki gunung, berkemah, dan lainnya. Sengaja ditayangkan acak dengan beberapa pertimbangan.
Ironisnya, aturan dasar tersebut sering kali dilanggar, seolah membenarkan stereotip "aturan untuk dilanggar."
Menjadi pertanyaan, mengapa semua gunung di Indonesja dan dunia yang biasa didaki orang sulit bebas dari sampah? Padahal, peraturan pendakian 'sampah dibawa turun', sudah menjadi pengetahuan umum.
Gunung menjadi cermin kebiasaan pendaki saat hidup di bawah. Menganggap enteng buang sampah sembarangan. Terbawa sampai ke gunung.
Bahkan gunung yang sangat ketat pengaturan soal sampah sekalipun, misalnya gn Talamau di Sumatera Barat, tetap dapat ditemui sampah plastik dan coretan vandalisme.
Pengelola jalur pendakian gn Talamau via Pinaga menghitung jumlah calon sampah plastik sebelum pendakian dan menghitung kembali kecocokan saat pendaki turun.
Bisa dibayangkan gunung-gunung lain yang pengelolanya tak terlalu ketat menerapkan peraturan sampah wajib dibawa turun kembali.
Ambil contoh gn Marapi, gn Talang, gn Singgalang, dan gn Tandikat di daerah tempat penulis biasa mendaki. Semuanya banyak sampah terutama di area berkemah dan pos istirahat sepanjang jalur.
Ironisnya lagi, mayoritas sampah itu berupa sampah plastik yang sebetulnya sangat ringan untuk dibawa turun kembali, tapi dibiarkan tinggal begitu saja.
Mudah diduga fenomena ini berangkat dari sikap mental oknum pendaki yang gemar meninggalkan sampah di gunung.
Ditambah kurang tegasnya petugas pengelola jalur pendakian menegakkan aturan sampah wajib dibawa turun. Lengkaplah sudah.
Edukasi terus menerus dan ketegasan pengelola jalur pendakian menjadi kunci penting gunung bebas sampah.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H