Padahal, dulu, waktu jalur pendakian Air Batumbuak baru dibuka, sungai di cadas gn Talang tersebut sangat bersih. Para pendaki mengambil air minum di dekat tendanya sendiri.
Belakangan, karena sungai sudah tercemar, terpaksa para pendaki yang berkemah di cadas gn Talang, mengambil air jauh ke arah hulu.
Bahkan, penulis pernah mendapati tinja di sumber air di lembah puncak hutan mati gn Talang. Jauh-jauh ke puncak hanya untuk BAB?!
Kebiasaan BAB di sumber air tersebut sudah pasti bawaan kebiasaan BAB di sungai masyarakat Indonesia. Kebiasaan itu terbawa ke gunung.
Kucing saja lebih bersih dan tahu cara BAB yang benar dengan menggali pasir atau tanah. Masa manusia kalah sama kucing?
Cara BAB saat berkegiatan di alam bebas sangatlah sederhana, yakni dengan menggali tanah. Selesai BAB, galian ditutup kembali. Apa susahnya, bukan?
Pesan moralnya, kita tidak bisa berharap sepenuhnya pada kesadaran pendaki atau penggiat alam bebebas untuk BAB dengan menggali tanah, karena kesadaran orang berbeda-beda.
Harus ada ketegasan, kemauan pengelola jalur pendakian untuk melakukan edukasi khususnya pada pendaki pemula, misalnya brifing setiap grup pendaki yang akan naik pada tiap harinya.Â
Brifing itu terutama terkait jalur pendakian, P3K, cara BAB yang benar, sampah, dan sebagainya. Sebagai perbandingan, bisa dicontoh pola yang sama yang diterapkan di gn Semeru.(*)
SUTOMO PAGUCI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI