Hari Minggu (19/6/2022) pagi kami turun gn Tandikat dan sampai di posko gn Tandikat jalur Singgalang Gantiang pukul 14.30 WIB. Dengannya berakhir sudah pendakian lintas Triarga ini.Â
Dalam catatan kami, inilah pendakian lintas Triarga non-stop pertama yang pernah dilakukan. Koreksi jika kemudian klaim ini keliru.
Sebuah pendakian lumayan panjang yang sangat melelahkan. Karena itu, boleh dikatakan, pendakian lintas Triarga sebagai sebuah ajang tes ketahanan fisik (endurance) pendaki, selain sebagai sebuah acuan prestasi.Â
Pada awalnya, tenaga sudah habis karena menaklukan jalur Tungku Tigo yang panjang hampir 9 jam trekking. Keesokan harinya, lanjut pendakian ke puncak Garuda, yang ternyata kondisi jalurnya sangat berat untuk dilalui, selama 2,5 jam perjalanan.
Tenaga belum benar-benar pulih selama istirahat semalam di camping ground cadas gn Marapi, pagi-pagi sekali sudah harus turun melalui jalur Kotobaru yang juga tidak mudah, cukup panjang, melalui jalur tanah dengan rintangan akar-akar pohon.
Pemulihan fisik semalam di posko gn Singgalang jalur Padang Laweh. Keesokan paginya sudah harus menaklukan tanjakan demi tanjakan hingga sampai di telaga Dewi.
Klimaks dari lintas Triarga ini adalah, melintasi sadel Singgalang dan Tandikat selama 10 jam perjalanan non-stop, melalui medan jalur yang sangat berat, dengan rintangan akar, pohon tumbang, turunan curam, duri-duri tajam, tutupan vegetasi yang rapat, dan jalur yang tidak jelas, khususnya dari telaga Kumbang ke gn Tandikat.
Saran penting bagi pendaki yang hendak melalui jalur lintas Triarga ini, wajib menyiapkan fisik yang prima, perlu latihan fisik sebelum mulai pendakian, perlengkapan wajib, logistik cukup, mental petualang sejati, dan kecakapan navigasi darat.(*)