Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengertian Uang Pengganti dalam Putusan Perkara Tipikor

27 Agustus 2021   20:29 Diperbarui: 27 Agustus 2021   21:30 2291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kasus Juliari Batubara, misalnya, hakim menilai Juliari terbukti memperoleh/mendapatkan uang dari tindak pidana korupsi (suap) sebesar Rp14,5 miliar, maka kepada yang bersangkutan dijatuhkan pidana pembayaran uang pengganti.

Jelaslah bahwa konsep pembayaran pidana uang pengganti berupa uang yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Dan tindak pidana korupsi demikian tidak selalu merugikan keuangan negara baik langsung atau tidak langsung. 

Penyelenggara negara yang menerima suap dari kalangan swasta juga termasuk korupsi. Seperti perkara Juliari. Sekalipun dia tidak merugikan keuangan negara secara langsung.

Sebagaimana diketahui, hanya sebagian kecil kategori pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dalam UU Tipikor. Salah dua diantaranya tersebut dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. 

Pasal-pasal lain dari UU Tipikor, tidak berkategori merugikan keuangan negara, sebut saja orang yang memberi janji sesuatu kepada PNS/ASN (Pasal 5), menyuap hakim (Pasal 6 Ayat (1) huruf a).

Pasal lainnya yang tidak memiliki unsur merugikan keuangan negara, antara lain pemborong curang (Pasal 7), memalsukan buku administrasi keuangan (Pasal 9), PNS atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji (Pasal 12), dan lain-lain.

Singkat kata, uang pengganti adalah uang yang berasal dari tindak pidana korupsi yang harus diserahkan kepada negara. Tanpa kecuali. Sehingga ini prosedur standar biasa.(*) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun