Nampaknya itu menjadi penyebab badan saya jadi kurang nyaman dan perut terasa kembung.
Di ketinggian makin memperparah keadaan. Di puncak gunung begini tanpa makan lemang saja penumpukan gas di perut lebih mudah terjadi dibandingkan saat di dataran rendah.
Sambil bergolek di dalam tenda pada lewat tengah malam yang dingin saya berpikir, ah, biarlah, toh setimpal dengan kenikmatan makan lemang di ketinggian begini. Menjelang subuh barulah saya tertidur.
Keesokan paginya apakah saya tobat? Tentu tidak. Untuk sarapan pagi kembali makan lemang, tapi kali ini lemang dingin. Air kincanya saja yang saya panaskan, tetap lezat dan tanpa penyesalan.
Makan siang tetap lemang. Benar-benar jadi makanan utama. Saya makan nasi dengan lauk seperti biasa baru sore harinya. Terus begitu hingga hari ke-2.
Hari ke-2 saya pindah ngekem ke tempat yang lebih tinggi di puncak bendera 2.530 Mdpl.(*)
Berikut video liputannya:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI