Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Prinsip Seorang "Independent Hiker"

29 Januari 2021   10:57 Diperbarui: 15 Februari 2021   21:03 1442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berikut ini adalah prinsip-prinsip seorang independent hiker yang saya terapkan dalam berkegiatan luar ruang (outdoor) selama ini.

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan saya sebelumnya berjudul "Mengenal Konsep Independent Hiking, Cara Aman Mendaki Gunung." Dalam tulisan ini sudah diuraikan apa itu konsep "independent hiking" dan "independent hiker".

Sementara itu, mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "prinsip" di sini berarti asas atau dasar kebenaran yang menjadi pedoman berpikir dan bertindak seorang independent hiker.

Setiap pikiran dan tindakan seorang independent hiker saat berkegiatan luar ruang adalah cerminan dari pribadi yang bebas dan merdeka, tidak terikat pada apapun dalam batas seminimal mungkin.

Mengapa disebut "seminimal mungkin" adalah karena sekalipun berkegiatan di hutan sudah barang tentu tetap tidak akan bisa 100% independen semaunya, pasti tetap terikat pada hukum alam, norma sosial, dan hukum negara.

Prinsip-prinsip tersebut menjadi "kompas moral" yang dipertahankan dengan kesadaran sendiri. Sebab, sekali saja prinsip tersebut dilanggar, maka kemandirian akan terganggu, sehingga "kadar karat" seorang independent hiker akan berkurang.

Dengan kata lain, seorang independent hiker berusaha menghindari pikiran dan tindakan serta interaksi sosial yang dapat mengganggu prinsip seorang independent hiker. Jadi, seminimal mungkin kadar ketergantungan pada pihak lain.

Pertama, seorang independent hiker senantiasa melakukan kegiatan luar ruang atau hiking mendaki gunung dan lain-lain secara mandiri, artinya, seorang independent hiker membawa lengkap peralatan dan logistik sendiri, mandiri melakukan riset untuk mengetahui jalur yang akan ditempuh, mandiri mengetahui dasar-dasar survival, dan mandiri melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

Saat hiking naik gunung, di dalam tas seorang independent hiker lengkap tersedia semua logistik dan peralatan yang dibutuhkan, mulai dari tenda atau tarp tent atau setidaknya flysheet, peralatan masak/makan (kompor, gas, korek, nesting/trangia, sendok, cangkir, dan piring), pakaian ganti, kantong tidur (sleeping bag), jaket, matras, sarung tangan, kaos kaki, peralasan elektronik, P3K, peralatan kebersihan, dan peralatan penunjang lainnya (golok, tongkat, ember, mantel, masker, tali, dll).

Semua itu dibawa sendiri di punggungnya, tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya pada pendaki lain, sekalipun satu group.

Bila sebagian diserahkan pada pendaki lain untuk dibawa, maka kemandirian akan terganggu. Misalnya, saat peralatan atau logistik dibutuhkan dengan cepat malah tidak ada karena dibawah teman yang berjalan di depan atau di belakang.

Konsep independent hiking demikian bukan semata untuk mempertahankan prinsip independent hiker an sich, tetapi juga demi keselamatan pribadi si pendaki itu sendiri.

Peralatan dan logistik dibawa sendiri (dokpri)
Peralatan dan logistik dibawa sendiri (dokpri)
Kedua, seorang independent hiker senantiasa berupaya menolak setiap tawaran mendaki gunung secara gratis oleh pengelola gunung, bisa kelompok sadar wisata (Pokdarwis) setempat atau taman nasional.

Bukan tak mungkin seorang independent hiker ditawari naik gunung gratis oleh pengelola pos pendaftaran yang kebetulan dikenal baik secara pribadi, apalagi bila si pendaki dianggap berjasa pada jalur itu.

Penolakan itu, tentu dilakukan dengan cara yang baik dan halus, dilakukan demi mempertahankan prinsip seorang independent hiker sekaligus agar dana pemasukan posko tidak berkurang.

Malahan, bila ada dana berlebih, seorang independent hiker rela membayar lebih atau memberikan donasi untuk perbaikan jalur, pemeliharaan posko, dan sebagainya.

Sikap independen demikian kadang diperlukan dalam situasi praktis, misalnya: kita tidak terikat beban moral saat mau memberi kritik atau masukan baik disampaikan secara langsung atau dalam bentuk ulasan (review) di media massa, blog, media sosial pribadi, dan YouTube.

Ulasan atau review yang diberikan oleh seorang independent hiker benar-benar bisa dipercaya sebagai pandangan dan penilaiannya secara independen.

Masyarakat dan pengelola yang sportif dan berlapang dada tentu membutuhkan ulasan atau masukan yang jujur dan independen demikian, bukan sekedar kata-kata "angkat telur", jadi tidak ada penyesatan informasi, dan yakin untuk perbaikan dan kemajuan jalur yang dikelolanya.

Ketiga, seorang independent hiker tidak menerima endorse berbayar dari brand produk peralatan luar ruang yang dipakainya.

Sikap ini penting untuk menjaga independensi saat berhadapan (vis-a-vis) brand produk yang dipakainya saat memberikan ulasan atau review; bebas memberikan penilaian positif, negatif atau berimbang (positif dan negatif).

Publik pun tidak akan tersesatkan baik secara langsung maupun tidak langsung atas semua informasi dan ulasan yang diberikan karena sepenuhnya independen dan jujur.

Itu bedanya dengan endorse berbayar yang cenderung akan memberikan ulasan positif saja.

Adalah tidak atau jarang kita temui ada endorse berbayar yang dengan bebas memberikan penilaian negatif bila memang produknya negatif. Dan pemilik brand tentunya juga tak mau produknya dijelek-jelekan oleh orang yang telah/akan dibayarnya.

Merdeka memberi ulasan produk yang dipakainya (dokpri)
Merdeka memberi ulasan produk yang dipakainya (dokpri)
Keempat, seorang independent hiker tidak masuk dalam komunitas brand tertentu. Ini diperlukan untuk menjaga independensi vis-a-vis brand yang dipakainya.

Salah satu trik marketing sebuah brand yang biasa dilakukan adalah dengan memberi bantuan ataupun sokongan dana langsung atau tidak langsung bagi para pemakai produknya untuk membentuk sebuah organisasi atau perkumpulan.

Ini diperlukan untuk memudahkan mengorganisir kegiatan dengan membawa kepentingan brandnya.

Di sini ada pertemuan kepentingan. Dimana pemakai brand punya wadah untuk berkumpul dan memberi kebanggaan pribadi atas produk yang dipakainya.

Sebaliknya, pemilik brand berkepentingan memudahkan mengorganisir kegiatan untuk kampanye produk, mempertahankan loyalitas pelanggan, dan seterusnya.

Itulah antara lain prinsip-prinsip praktis seorang indenpendent hiker yang biasa saya terapkan dalam keseharian berkegiatan luar ruang.

Salam lestari!

SUTOMO PAGUCI
Bila berkenan sila ikuti juga media sosial saya lainnya:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun