Nenda bersama sampah di camp Telaga gunung Singgalang.
Begitulah. Tetap banyak sampah di sekeliling telaga Dewi dan sepanjang jalur, sekalipun di pos lapor para pendaki diberi kantong sampah dan diminta setor sampah waktu lapor turun.
Kok bisa?
Sepengamatan saya, selain faktor kurangnya kesadaran pendaki, penjaga pos lapor juga kurang disiplin tagih sampah para pendaki.Â
Dari dua kali terakhir saya mendaki Singgalang, tidak pernah ditagih sampah waktu turun lapor.
Waktu saya turun dan lapor hari Sabtu 12 Desember 2020 lalu, misalnya, penjaga pos cuek saja, malah sibuk main game. Saya nyaris tak digubrisnya.
Ini masalah klasik pada banyak posko lapor pendakian gunung yang dikelola kelompok sadar wisata (Pokdarwis) warga setempat.
Para pendaki dan oknum personil penjaga posko Pokdarwis banyak yang belum teredukasi soal sampah gunung dan dampak negatifnya.
Salah satu penyebabnya, barangkali, karena mereka bukan pencinta alam, jadi kurang sensitif dan tak menganggap soal sampah sebagai hal penting.
Saran saya: posko lapor gencarkan lagi tagih sampah dari para pendaki dan sesekali lakukan pembersihan sampah atau operasi bersih (opsi) gunung bila mendapat laporan banyak sampah di jalur dan camp area.
Mengapa ketegasan posko lapor menjadi kunci penting, selain menumbuhkan kesadaran para pendaki?Â
Adalah karena kesadaran tiap pendaki beda-beda, ada yang sadar dan ada yang abai bawa sampah turun, jadi riskan diserahkan pada kesadaran pendaki semata-mata. Maka, ketegasan posko lapor menjadi kunci penting.
Saran di atas sudah saya sampaikan kepada posko lapor secara langsung waktu lapor turun tanggal 26 Desember 2020 lalu.
Soal sampah ini sengaja rutin saya angkat dalam tulisan untuk memberi pemahaman kepada publik yang lebih luas, tidak hanya pendaki dan posko pengelola, bahwa betapa penting menjaga kebersihan alam dari sampah.
Salam lestari!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H