Ukuran inner yang hanya 210 cm (panjang) dan 70 cm (lebar), benar-benar pas badan, membuat badan penulis kesulitan untuk mengubah posisi badan saat tidur tanpa membuat getaran pada flysheet.
Bergerak sedikit saja, yang membuat tarp tent bergoyang. Akibatnya, uap air yang menempel di flysheet dan inner akan berguguran membasahi bagian dalam tarp tent. Jadilah ritual pagi hari penulis menjemur kantong tidur dan baju yang terkena jatuhan air kondensasi.
Dari percobaan pemakaian Uttara Tarp Tent Small seharga Rp750.000 tersebut dapat disimpulkan: kurang cocok untuk penggunaan di gunung-gunung Indonesia yang notabene berkelembaban tinggi, kurang fungsional.
Tarp tent begini lebih cocok digunakan untuk hiking ringan di rimba dataran rendah, pantai atau saat bersepeda atau motoran jarak jauh. Itupun harus dilengkapi tali pengencang tambahan (guyline) untuk mencegah tarp tent "tiarap" saat diterpa angin kencang.
Selain itu, dibutuhkan pasak tambahan satu biji lagi. Jadi total butuh tujuh pasak. Pasalnya, pasak bawaan dari bambu cuma enam buah. Produsen nampaknya berasumsi bahwa pasak depan dapat digabung untuk guyline depan. Namun praktiknya pola ini kurang fungsional; memang sebaiknya ditambah satu pasak khusus untuk guyline depan (seperti nampak di foto).
Penulis sendiri tidak memakai pasak bawaan dari bambu, melainkan bawa pasak pengganti dari alumunium. Pasak dari bambu yang berukuran besar dan tumpul kemungkinan besar akan sulit ditancapkan di tanah keras.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H