Sebut saja namanya Yunisman (bukan nama sebenarnya), 43 tahun, ditangkap polisi karena disangka melakukan tindak pidana pemalsuan dan menjual barang tidak sesuai ukuran sebenarnya. Barang dagangannya disita. Saat itu ia belum didampingi advokat.
Beberapa saat setelah ditangkap, seseorang menelepon istrinya meminta sejumlah uang sebagai syarat pembebasan suaminya dan untuk mengeluarkan barang yang telah disita. Penelpon mengaku oknum polisi.
"Segera ya Bu, supaya besok suami Ibu bisa dibebaskan dan mobil serta barang-barang yang disita dikembalikan," ujar si penelpon. Begitu meyakinkan. Si penelpon bisa merinci apa saja yang telah disita.
Sebagai masyarakat awam hukum dan baru pertama kali berurusan dengan aparat hukum, Istri si Yunisman percaya saja. Si penelpon juga cerdik memanfaatkan psikologi keluarga tersangka yang terguncang akibat penangkapan yang dilakukan tiba-tiba.
Istri Yunisman segera menghubungi sanak saudaranya. Terkumpulah uang sekitar Rp35 juta. Sebagian uang itu dari Yunisman sendiri, sebagian dari berhutang pada sanak saudaranya.
Sementara Yunisman sedang diperiksa di kantor polisi, si penelpon yang mengaku oknum polisi tersebut kembali menelpon istri Yunisman, menanyakan apakah uang sudah dapat dan di bank mana akan ditransfer.
Istri Yunisman dan saudaranya mendatangi sebuah bank BUMN tak jauh dari tempat tinggalnya. Sesampai di sana ternyata sudah ada beberapa polisi berseragam entah untuk urusan apa. Istri Yunisman sempat khawatir mengapa ada banyak polisi.
Uang Rp35 juta pun melayang ke rekening tujuan sesuai perintah si penelpon. Setelah terkirim, istri Yunisman menelpon oknum yang mengaku polisi tersebut, untuk mengabarkan bahwa uang yang diminta telah ditransfer.
Hanya berselang beberapa menit saja setelah telepon tadi ditutup, tiba-tiba masuk telepon lain dari polisi penyidik perkaranya, sebut saja namanya X. "Kenapa Ibu transfer uangnya?!" tanya X di ujung telepon. Istri Yunisman mulai merasa firasat tidak enak. Â Ia belum ada memberi tahu atau menghubungi X Â si penyidik yang menelpon tersebut, dari mana ia tahu bahwa uang telah ditransfer?
Selesai urusan di bank, istri Yunisman dan keluarganya bergegas ke kantor polisi untuk menanyakan realisasi dari janji si penelpon di awal cerita ini.
Baru saja sampai di kantor polisi, seorang penyidik lain lagi, sebut saja namanya Z, langsung berkata kepada istri Yunisman, "Aduh, Bu, kenapa Ibu transfer uangnya?!" katanya dengan nada menyesalkan. "Ibu sudah kena tipu," pungkasnya terdengar seperti sambaran petir di telinga istri Yunisman dan keluarganya.
Mendengar hal ini, Ardi (bukan nama sebenarnya), abang dari Yunisman yang ikut serta ke kantor polisi, nyeletuk, "Kami kan belum pernah cerita kepada bapak Z soal transfer ini, dari mana bapak Z tahu? Kami jadi curiga pada bapak," ujarnya tajam.
Oknum polisi Z jadi tercekat mendapat "serangan" tiba-tiba demikian.
"Saya ada berkomunikasi dengan teman dari LSM, jadi tahu," kata Z beralasan.
Merasa sudah kena tipu, istri Yunisman dan saudara-saudaranya seketika itu juga mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) setempat untuk melapor.
Dari penelusuran sementara, rekening bank penerima berdomisili di Kalimantan, jadi berbeda pulau dengan tempat kejadian perkara. Dan rekening itu telah dikosongkan beberapa menit setelah menerima transfer. Hingga saat ini, setelah beberapa waktu laporan tersebut, belum ada kemajuan siapa pelakunya.
"Ini duri dalam daging," kata salah satu polisi lain yang ditemui oleh keluarga Yunisman. Dari kalimat polisi tersebut, keluarga Yunisman memahami bahwa pelakunya dari kalangan internal kepolisian sendiri.
Indikasinya, tidak mungkin si penelpon tahu identitas tersangka (Yunisman) dan barang bukti yang disita, kecuali diinformasikan oleh polisi yang menangkap dan penyidiknya. Belum lagi gelagat mencurigakan dari oknum polisi X dan Z.
Beberapa hari setelah kejadian ini, istri Yunisman kembali ke kantor polisi sekalian menjenguk suaminya. Di sana ia menyaksikan seorang ibu-ibu menangis, mengaku ditipu Rp40 juta oleh penelpon yang mengaku oknum polisi. Modusnya lebih kurang sama dengan yang dialami keluarga Yunisman.
Dari kejadian di atas, khalayak masyarakat perlu waspada modus penipuan klasik demikian. Pasanglah selalu sikap curiga jika ada orang menelpon dengan janji mampu membebaskan keluarga yang ditangkap polisi. Itu pasti penipuan. (*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H