Makanya saya menyebut gunung Talang adalah "rumah kedua". Kebetulan pula jaraknya tidak jauh dari rumah. Kadang kurang dari satu jam saya sudah tiba di pos pendaftaran. Kurang empat jam setelah mendaftar, saya sudah leyeh-leyeh di puncaknya.
Jika "panggilan" itu telah tiba, alasan spesifik untuk apa mendaki gunung kadang tidak penting lagi. Pokoknya mendaki saja. Sudah.
Sekalipun sudah sering mendaki gunung yang sama, akan selalu ada hal-hal baru yang ditemui saat kembali mendaki. Bisa saja cuaca. Kenalan baru. Binatang baru. View baru selepas hujan. Bunga-bunga edelweis yang bermekaran. Dan seterusnya.
Yang terpenting dari semuanya, inti dari mendaki gunung, adalah berjalan. Perjalanan adalah cara mencapai spiritualitas.
Wajarlah dalam banyak agama ada tradisi "ziarah" atau "perjalanan suci" (pilgrimage), sebuah pencarian makna moral spiritual dengan cara berjalan dari satu tempat ke tempat lain.
Untuk menempuh perjalanan suci itu biasanya didahului dengan "panggilan suci" di dalam diri si calon pejalan. Panggilan gaib itulah yang mendorong seseorang untuk berjalan ribuan kilometer guna menempah batin dan spiritualitas.
Sudah barang tentu pendakian gunung dengan motivasi spiritualitas berbeda dibandingkan pendakian hura-hura, sekedar bersenang-senang, kumpul-kumpul dengan kawan. Lelah lalu tertidur.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H