Terkait penyusunan peraturan KPU menyangkut cuti kampanye dalam pilpres dan pilkada mendatang, pakar hukum tata negara Margarito Kamis berpendapat menarik, bahwa capres petahana tidak perlu cuti kampanye, berbeda dengan calon kepala daerah petahana yang harus cuti selama kampanye. Demikian dilansir dari MetroTV, Kamis (5/4/2018).
Margarito berargumen, pertama, bahwa proses pengajuan cuti diajukan kepada pejabat yang lebih tinggi, sedangkan presiden merupakan pejabat yang paling tinggi, tidak ada lagi pejabat yang lebih tinggi di atasnya. Kepada siapa cuti presiden diajukan, tentu menjadi rancu jika cuti diajukan kepada bawahannya, seperti Mensesneg.
Berbeda dengan presiden, kepala daerah cuti diajukan kepada pejabat yang lebih tinggi, bupati/wakil bupati kepada gubernur, gubernur kepada Mendagri. Dimana pejabat-pejabat yang lebih tinggi ini yang memberikan izin cuti.
Posisi kepala daerah yang cuti kampanye tersebut akan diisi oleh pelaksana tugas, yang ditunjuk oleh instansi atasannya, yang selanjutnya pelaksana tugas tersebut akan melaksanakan tugas-tugas kepala daerah.
Kedudukan presiden tidak boleh seperti itu. Tugas-tugas presiden tidak boleh digantikan oleh wakil presiden, kecuali atas persetujuan presiden sendiri, misalnya saat presiden melakukan lawatan ke luar negeri. Presiden dapat mencabut atau membatalkan apapun yang dilakukan wapres.
Dalam hubungan ini, kedudukan presiden tidak dapat digantikan dengan pelaksana tugas. Hal mana, selain tidak tepat menyangkut siapa yang akan menunjuk pelaksana tugas, sebab presiden adalah jabatan eksekutif paling tinggi, juga akan riskan bagi negara andai terjadi suatu kegentingan dan sebagainya.
Kedua, kehidupan bernegara di semua tingkatan tidak boleh berhenti, baik di hari kerja, hari libur atau saat masa kampanye. Karena itulah posisi kepala daerah yang cuti posisinya digantikan oleh pelaksana tugas. Ini agar tugas-tugas pemerintah di daerah tidak berhenti.
Berbeda dengannya, kedudukan dan tugas-tugas presiden tidak bisa digantikan oleh siapapun, selama presiden tersebut masih menjabat.
Terhadap pertanyaan publik bahwa capres petahana yang tidak cuti kampanye akan diuntungkan karena fasilitas negara yang melekat padanya, Margarito menyebut hal itu sebagai konsekuensi logis petahana.
Bagaimana dengan perbandingan presiden cuti di hari libur Sabtu dan Minggu. Margarito juga tidak sependapat, karena negara tetap harus berjalan sekalipun hari libur, dan tugas serta kedudukan presiden tidak bisa digantikan oleh siapapun.
Sebagaimana diketahui saat ini KPU sedang menggodok peraturan tentang cuti kampanye dalam pemilu kepala daerah dan presiden.Â
Terkait rancangan peraturan KPU tersebut, setidaknya ada dua arus besar pendapat menyangkut apakah capres petahana perlu cuti kampanye atau tidak. Pendapat pertama, mempertahankan aturan lama capres petahana tidak wajib cuti, seperti halnya dicontohkan SBY yang hanya cuti kampanye pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu, sedangkan hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis tetap aktif.
Arus pendapat kedua, capres petahana wajib cuti seperti halnya calon kepala daerah petahana. Pendapat ini sepertinya tidak akan diikuti oleh KPU, sebagaimana pendapat beberapa Komisioner KPU yang mengemuka di media massa.Â
Margarito Kamis mengajukan pendapat ketiga yang cukup menarik dan logis. Sangat baik bila KPU mempertimbangkan pendapat ketiga bahwa capres petahana tidak perlu cuti kampanye. Margarito Kamis berpendapat di hari Kamis ternyata menarik juga.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H