Kedua, hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila hakim tersebut telah memiliki prasangka yang berkaitan dengan salah satu pihak atau mengetahui fakta atau bukti yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan disidangkan.
Dalam hubungan ini, bila cuitan akun Twitter tersebut di atas benar berasal dari hakim Artidjo Alkostar, maka jelas yang bersangkutan telah berprasangka sebelum mengadili perkara tersebut. Dugaan persoalan etis lain yang tidak kalah seriusnya.
Ketiga, hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan (reasonable) patut diduga mengandung konflik kepentingan.
Jika benar hakim Artidjo Alkostar pernah aktif dalam kepengurusan organisasi FPI, dimana FPI merupakan salah satu unsur pelapor dalam kasus Ahok, maka jelas ada hubungan yang beralasan patut diduga mengandung konflik kepentingan.
Sebenarnya, aturan kode etik sudah memberi solusi mengundurkan diri bagi hakim yang berpotensi konflik kepentingan, bukan malah menerima penunjukan, atau bahkan menunjuk diri sendiri sebagai hakim.
Atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim tersebut di atas lebih lanjut perlu didalami khususnya oleh pihak Ahok bila merasa dirugikan. Bila memungkinkan akan lebih baik dibawah ke Komisi Yudisial.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H