Air yang terbuang dari kegiatan berwudhu sebelum sholat mungkin terlihat tak seberapa. Tapi jika diakumulasi per orang lima kali sehari, selama sebulan, bertahun-tahun, maka hasilnya akan sangat banyak. Belum lagi jika dihitung semua umat Islam yang berwudhu di masjid, umumnya air ini akan terbuang menjadi limbah, masuk ke saluran air, lalu mengalir sampai jauh.
Bayangkan andai air limbah wudhu itu ditampung dalam ember dapat digunakan untuk keperluan lain, misalnya menyiram bunga, mengepel lantai, menyiram tinja di kloset dan sebagainya.
Suatu kebetulan praktik ini telah penulis kerjakan sejak lama. Kepada istri dan anak-anak praktik serupa mulai ditularkan. Selalu saja ada manfaat dari air limbah bekas wudhu tersebut, walaupun nampak kecil tapi sangat berarti untuk menghemat pemakaian air.
Biasanya air limbah wudhu itu kami gunakan untuk membilas lantai dan dinding kamar mandi, menyiram kloset dan bunga. Ya sekedar untuk keperluan begitu-begitu saja, tidak untuk dikonsumsi, sekalipun warna air limbah wudhu ini nyaris sama bening dengan air bersih biasa.
Seorang ibu-ibu tetangga penulis lebih teliti dan hemat lagi. Bahkan air cucian piring pun dimanfaatkan lagi. Air itu ditampungnya di dalam baskom tempat mencuci piring lalu limbah air cucian piring ini digunakan untuk menyiram bunga dan tanaman obat sekitar rumahnya. Cara ini jauh lebih hemat air dibandingkan membiarkan air keran tercurah dan terbuang percuma.
Untuk skala yang lebih besar tentu air yang digunakan jauh lebih banyak, seperti pembuangan air wudhu di Masjid Istiqlal pada momen sebelum sholat lima waktu, solat Jumat, Idulfitri, Iduladha atau saat demo-demo massa 212 sampai-sampai dikabarkan Istiqlal sempat kehabisan air wudhu saking banyaknya jamaah.
Air pembuangan demikian dapat ditampung menjadi kolam ikan. Produksi ikannya dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga, warga setempat, dan sisanya dapat sebagai tambahan penghasilan, bisa untuk kas masjid, menambah kas organisasi pemuda dan sebagainya.
Saat ini Indonesia seperti berpesta pora dengan sumber daya air. Seolah air alam itu akan terus mengalir tanpa henti hingga hari kiamat. Maklumlah, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum, Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai negara penghasil volume air alam terbesar di dunia dengan 3,9 triliun meter kubik air setiap hari.
Namun ke depan tidak ada jaminan air tawar itu akan tetap berproduksi dengan volume yang sama. Terutama jika mengingat terus berkurangnya daerah resapan air akibat pembalakan liar, perkebunan, pemukiman penduduk dan lainnya. Karena itu, hemat air adalah solusi yang bijak dan sesuai syariat agama.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H