Adegan kemudian beralih ke sebuah tempat. Zaenab menangis tersedu-sedu di sana, dekat sebatang pohon. Tangisan yang benar-benar pilu. Terlihat sangat nyata. Tidak ada sedikitpun tersirat bahwa ini cuma adegan sinetron. Suara tangisan, air mata, getaran badan, raut pilu di wajah benar-benar terlihat nyata. Zaenab menangis sejadi-jadinya, begitu lepas dan pilu. Ia berpegang pada sebatang pohon dengan pegangan yang sedih.
Adegan inilah yang penulis bilang demikian memukau, menghanyutkan, brilian dan tak ada duanya. Benar-benar natural! Maudy Koesnaedi telah menjelma menjadi Zaenab seutuhnya, dengan beban hidup bertahun-tahun karena sering dimarahi ibunya, cintanya pada Doel yang tak jelas arah, dan ketidaksetujuan Ibunya pada Doel. Akumumlasi semua ini meledak dalam tangis lara dan derita.
Detail adegan teringat samar-samar di kepala penulis. Beberapa penggalan dialog tidak lagi ingat persis. Tapi secara garis besar lebih kurang seperti diceritakan di atas. Semoga saja episode ini diulang dalam Si Doel The Movie yang sekarang sedang proses penggarapan oleh Rano Karno dan timnya.
Tulisan ini hanya wujud kerinduan penulis pada sosok Sarah, Zaenab, Doel, dan Mandra. Cerita dan akting pemeran si Doel begitu natural dan brilian, kontras dengan kebanyakan sinetron saat ini.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H