Mengeramatkan, mengagung-agungkan secara berlebihan, membuat bunga edelweiss terancam tangan-tangan jahil pendaki alay. Andai saja tidak ada mitos demikian, dipercaya bunga ini nasibnya akan sama dengan bunga-bunga lain, seperti bunga cantigi, bunga ilalang, bunga padi, dan sebagainya, yang diabaikan sebagian besar pendaki.
![Tinggal kenangan, edelweis di cadas gunung Talang tahun 2016 lalu (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/01/kenangan-edelweis-talang-2016-5a72c6705e137332e322b295.jpg?t=o&v=555)
Hal serupa terjadi pada Taman Edelweiss di sekitar puncak Gunung Marapi, jumlahnya terus berkurang dari tahun ke tahun. Penyusutannya luar biasa, jauh berkurang jumlahnya dibandingkan tahun 1990-an.
Selain perlunya penyebarluasan kampanye etika pendaki gunung, dan kesadaran pelestarian alam, perlu juga dibongkar akar masalah percaya mitos bahwa bunga edelweiss adalah bunga abadi lambang keabdian cinta.
Jika mitos itu dapat dihilangkan, akar masalah sudah ditemukan. Tinggal lagi penguatan etika dan penegakan peraturan dengan sanksi tegas bagi para pencuri edelweiss. Satu dan lain hal, bunga edelweiss bisa melindungi dirinya sendiri dengan hormon etilen, tapi tidak dari manusia.(*)
SUTOMO PAGUCI
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI