Padang (17/1/2018) - Anak nagari di selingkar Gunung Talang terutama di Nagari Batu Bajanjang dan Nagari Kampung Dalam, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, kini resah setelah mendengar isu bahwa Kepolisian Daerah Sumatera Barat akan menurunkan puluhan kompi aparat kepolisian untuk menjemput paksa warga menyusul konflik sumber daya alam (SDA) antara PT Hitay Daya Energy (PMA asal Turki) melawan warga Gunung Talang yang berujung pembakaran mobil Toyota Kijang Innova BA 888 FR milik perusahaan PT Hitay, Senin (20/11/2017) lalu.
Direktur LBH Padang Era Purnamasari, yang melakukan advokasi terhadap warga, menuturkan bahwa konflik bermula ketika PT Hitay, yang bergerak dibidang eksplorasi dan eksploitasi panas bumi (geothermal), mengklaim telah memiliki izin-izin dan rekomendasi baik dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM, BKPM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, maupun pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Solok, untuk melakukan kegiatan eksplorasi panas bumi di kawasan hutan lindung sekitar Gunung Talang.
Pada sisi lain, sebagian warga sekitar Gunung Talang keberatan adanya eksplorasi dan eksploitasi hutan lindung seluas lebih kurang 679 hektar untuk jangka waktu 37 tahun di sekitar gunung Talang, karena dikhawatirkan akan merusak bentang alam yang berakibat terancamnya sumber ekonomi warga, termasuk mengancam sumber air yang berasal dari Gunung Talang untuk mengairi sawah dan kebutuhan sehari-hari warga.
Beberapa kali warga menyampaikan keberatan secara langsung kepada PT Hitay maupun pemerintah daerah setempat, akan tetapi tidak mencapai titik temu. Akhirnya, warga melakukan aksi demonstrasi cukup besar di depan Kantor Bupati Solok, namun belum juga mencapai kesepakatan. PT Hitay tidak mau mundur dan wargapun tidak mau menarik tuntutan.
Pada hari itu, Senin 20 November 2017, secara diam-diam PT Hitay masuk ke kawasan lahan di Tabek Lanyek Jorong Ngurah Nagari Batu Bajanjang Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten  Solok Provinsi Sumatera Barat dengan dikawal oleh enam orang diduga anggota TNI Angkatan Laut bersenjata lengkap laras panjang serta lima orang anggota Koramil Lembang Jaya. Aksi PT Hitay ini ketahuan warga.
"Warga pun kecewa dan marah. Ribuan orang spontan berdatangan dan berkumpul serta mengepung rombongan tersebut. Saat itu pihak PT Hitay menjanjikan bahwa Bupati Solok akan datang ke lokasi, tapi setelah ditunggu-tunggu ternyata tidak datang juga. Setelah warga lelah menunggu, tetapi tidak ada perkembangan juga, hingga situasi tidak terkendali dan terjadi pembakaran mobil Kijang Innova milik PT Hitay," tutur Era.
Masih menurut penuturan Era, Kepolisian kemudian mengusut peristiwa pembakaran itu. Tapi proses-proses yang berjalan patut diduga tidak benar-benar objektif untuk penegakan hukum. Orang-orang yang disasar justru tidak terkait pembakaran mobil melainkan lebih ke tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap bergerak melakukan penolakan, satu orang diantaranya ditangkap diam-diam pukul 02.00 dini hari tanggal 29 Desember 2017 oleh tim dari Kepolisian Daerah Sumatera Barat, yang didampingi oleh Wali Nagari setempat, dan malam itu juga langsung di BAP dan ditahan. Sementara enam orang lainnya masuk DPO. Pemanggilan-pemanggilan masih terus berlanjut hingga tulisan ini diturunkan.
Indikasi penyimpangan dalam proses hukum antara lain terlihat manakala Jamilus (46 tahun), salah satu orang warga yang mengalami proses hukum di Polda Sumbar, meski tidak berada di lokasi kejadian pada saat pembakaran tersebut, akan tetapi ia dipanggil dan diperiksa sebagai saksi pada 8 Januari 2018 lalu. Jamilus diperiksa sejak pukul 13.00 hingga 21.00, yang didampingi oleh Penasehat Hukum dari LBH Padang.
Bahkan penyidik memaksakan terus memeriksa Jamilus tanpa pendampingan dari Penasehat Hukum. Ironisnya, Jamilus diperiksa bukan perihal pengrusakan dan pembakaran mobil, melainkan lebih banyak mengarah pada soal mengapa menolak investasi geothermal, siapa saja yang ikut rapat-rapat, dan siapa saja yang ikut menolak.Â
Keesokan harinya, 9 Januari 2018, ketika hendak melepaskan Jamilus, polisi Polda Sumbar malah meminta kembali (menarik) surat penangkapan yang telah dikeluarkan olehnya.
Berikutnya, hari Kamis 11 Januari 2018, Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kampung Batu Dalam, dan Ketua Badan Musyawarah Nagari (BMN) Kampung Batu Dalam, bersama tiga orang lainnya, mendatangi Polda Sumbar untuk meminta agar Kacak, salah seorang warga yang dipanggil Polda Sumbar, agar tidak ditahan. Sepulang dari Polda Sumbar, rombongan ini bertemu dengan Wali Nagari Kampung Batu Dalam. Kepada mereka, Wali Nagari Kampung Batu Dalam menginformasikan bahwa akan ada 10 Kompi Aparat Kepolisian Polda Sumbar akan turun ke lokasi untuk menjemput paksa enam orang warga yang masuk DPO.
Aktivis dan Paralegal dari LBH Padang yang mendampingi warga menyebutkan, masyarakat terutama perempuan, istri-istri, para ibu dan dan anak-anak merasa tertekan dan terancam. Ada kekhawatiran, suami dan anak-anak mereka setiap saat dapat saja dijemput paksa oleh kepolisian dengan tuduhan melakukan pembakaran ataupun penghasutan. Dikabarkan, hingga saat ini intel-intel berseliweran di lokasi, rapat-rapat masyarakat diintai intel, orang-orang yang ikut rapat dipanggil dan dituduh melakukan penghasutan. Jamilus mungkin hanya salah satunya saja.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H