Makan apa saja di gunung cenderung terasa enak dan penuh kenangan, apalagi makannya rame-rame, setengah rebutan.
Walau demikian, sedapat mungkin, saya tak mau makan seadanya atau sembarangan, seperti nasi mentah (sudahlah tak enak, bikin mencret dan kentut-kentut pula), mie rebus terus-terusan (aduh, ini enggak banget), atau menyantap makanan dingin di pagi hari (ngeri, takut paru-paru basah!)
Menu makan siang favorit saya adalah nasi pulen matang sempurna + sambal lado makerel dan telor + sayur rebus. Di makan saat masih hangat-hangat kuku.
Sedangkan menu sarapan pagi dengan bubur hangat, atau roti panggang lapis telor mata sapi dengan olesan mentega atau mayones rasa lemon ditambah sedikit minyak zaitun.
Setelah sarapan, susul minum susu murni. Saya tidak merokok dan anti asap rokok di tenda. Kira-kira satu atau dua jam setelahnya, susul lagi minum kopi, tentu tanpa gula.
Untuk makan malam, kembali ke jenis makanan berat seperti halnya makan siang. Kalau cuma mengandalkan cemilan ringan, roti, dan lainnya, bikin kurang tahan menghadapi suhu dingin di malam hari.
Cemilan ringan, semisal kue, coklat, madu, kurma dan lainnya hanya untuk selingan tambah kalori saat treking.Â
Ohya, banyak pendaki nampak kesulitan memasak nasi agar matang sempurna pakai nesting kecil. Ini ada teorinya dan telah terbukti berhasil!
Setelah menggelegak, buka tutup nesting tempat masak nasi. Biarkan beberapa waktu sampai airnya menyusut dan nampak becek di permukaan. Aduk sekali.Â
Saat permukaan nasi di dalam nesting masih ada airnya sedikit, langsung tutup. Kecilkan api kompor. Untuk mengurangi keluaran uap terlalu cepat yang membuat nasi gagal masak sempurna, mulut nesting bisa ditutup plastik, lalu pasang tutupnya rapat-rapat.