Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Siapa Mampu Benahi Pasar Raya Padang?

5 Januari 2018   09:13 Diperbarui: 8 Januari 2018   10:35 2731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu lalu saya mengantar istri berbelanja ke Pasar Raya Padang, pasar rakyat terbesar di Sumatera bagian tengah. Aktivitas biasa yang saya lakukan kapan saja sempat sejak bertahun-tahun lalu.

Mobil saya masuk dari arah Jalan Proklamasi, lurus lewat bundaran lampu merah, lewat depan eks kantor wali kota lama, belok kiri, lalu masuk bundaran depan masjid Taqwa Muhammadiyah, belok kanan dan mulailah kami masuk jantung Pasar Raya Padang yang sesak dan menyesakkan dada.

Waktu itu mobil beringsut seperti siput. Suasana di jalan hiruk pikuk. Mobil dan motor parkir sembarangan di badan jalan. Lapak-lapak pedagang kaki lima berjejalan di badan jalan, menutupi trotoar dan badan jalan. Sementara teriakan para pedagang saling berbenturan satu sama lain bersimfoni sumbang dengan suara klakson kendaraan yang tak peduli. Intinya: semerawut dan kamipun hampir semaput.

Saya mencoba mencari tempat parkir. Pertama celingak-celinguk di depan eks mal Matahari, tapi tak ada ruang kosong, bahkan sampai ke badan jalan sudah penuh dua baris kendaraan parkir, tinggal menyisakan ruang pas-pasan untuk satu mobil lewat.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Di bundaran depan masjid Taqwa, saya putuskan belok kanan. Celingak-celinguk lagi. Siapa tahu ada ruang kosong untuk memarkir kendaraan. Suatu waktu di masa lalu saya biasa parkir di depan toko emas Murni, tapi kali ini tak bisa, semua lahan parkir sudah diokupasi pedagang kaki lima.

Seorang ibu pedagang buah, yang berlapak di badan jalan, nampak terkantuk-kantuk menunggu pembeli. Seorang pria muda, saya duga masih bujangan, melambai-lambaikan celana dagangannya di kanan jalan, tepatnya di badan jalan.

Kendaraan terus beringsut bak siput di tengah lalu lalang pengunjung. Sampai di persimpangan, rasanya saya mau belok kiri, ke Blok A, karena di sinilah tujuan kami, tapi takut terjebak nanti sulit keluar, akhirnya saya batalkan. Kendaraan terus melaju pelan.

Setelah menurunkan istri yang bermaksud ke Blok A, saya belum juga dapat tempat parkir. Tak ayal mobil pun akhirnya masuk jalan Permindo, sebuah ruas jalan yang tak kalah hiruk pikuk, dan gersang, karena pohon-pohon besar berusia puluhan tahun telah ditebang tanpa sisa untuk sebuah proyek polesan. Sampai di sini pun saya masih juga belum dapat tempat parkir.

Nasib mujur, akhirnya saya dapat tempat parkir di pertengahan jalan Permindo, persis di depan toko mas Sumatera. Saya tidak turun dari kendaraan. Menunggu.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dari jendela mobil sebelah kiri, saya memandang ke arah toko buku Sariangrek. Di depannya berjejer payung terbang!

Saya diam saja di dalam kendaraan, mendengar musik, dan berpikir. Mengapa penguasa kota nampak begitu sulit membenahi Pasar Raya Padang? Ah, mungkin memang benar-benar sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun