Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menimbang Pentingnya Pengumuman Berita Kematian

29 November 2017   20:37 Diperbarui: 29 November 2017   20:46 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalangan Tionghoa sering mengumumkan berita kematian di media massa. Sebenarnya apa sih manfaat praktis mengumumkan berita kematian kepada khalayak?

Sebelum mengulasnya, izinkan saya sedikit bercerita pengalaman pribadi.

Belum lama ini saya berjumpa dengan seorang famili jauh setelah sekian lama tak bertemu karena ia berada di provinsi lain. Dengan hangat saya bertanya bagaimana kabar si Anu bin Fulan (anaknya). Nada pertanyaan itu begitu yakin dan riang menunggu jawaban kabar baik.

Betapa terkejutnya saya, pertanyaan itu mendapat reaksi terdiam, hening, tertunduk, lalu bahu bapak famili ini mulai bergetar. Ia menahan tangis.

Saya merasa kikuk, merasa bersalah atas pertanyaan itu, karena ternyata anaknya sudah dua bulan lalu meninggal dunia. Saya baru tahu saat itu.

Dari sanalah terpikir betapa pentingnya mengabarkan, mengumumkan, tidak hanya di rumah ibadah, sekitar tetangga, famili dekat, di media sosial, seperti sudah biasa jadi tradisi, kapan perlu berita kematian diumumkan sejauh mungkin, seluas mungkin, misalnya melalui media massa cetak dan online seperti biasa dilakukan kalangan Tionghoa.

Dengannya khalayak luas jadi tahu, yang mampu dapat datang, membantu, memandikan, mendoakan, dan ikut menguburkan.

Itu antara lain manfaat dari sisi sosial. Dari sisi bisnis dan perikatan hukum keperdataan dan pidana, banyak hal bergantung pada status hidup atau mati seseorang.

Seorang debitor yang tiba-tiba meninggal dunia, maka kematian berakibat putusnya hubungan hukum kredit. Kredit terhenti. Sisa pokok pinjaman dan bunga dibayarkan oleh pihak asuransi bila pinjaman diasuransikan.

Jangan sampai terjadi pihak bank atau kreditor terus menagih angsuran kredit hanya karena tidak diberitahu atau terlambat diberitahu oleh ahli waris bahwa debitor telah meninggal dunia.

Hutang piutang lain dari orang yang meninggal dunia dibebankan pada budel waris, dan bila kurang jadi beban hukum, agama dan moral bagi ahli warisnya untuk melunasinya. Untuk itu khalayak perlu tahu agar menuntut ke ahli warisnya.

Begitupun kewajiban hukum si orang yang meninggal otomatis terhenti. Ia tidak dibebani lagi (dan memang mustahil dibebani) untuk melaksanakan kewajiban atas suatu hubungan hukum, baik perdata, administrasi maupun pidana.

Seorang tersangka atau terdakwa perkara pidana otomatis kasusnya dihentikan bila meninggal dunia.

Segala kerugian ekonomi yang ditimbulkan si tersangka atau terdakwa, misalnya dalam kasus korupsi, beralih pada budel waris dan ahli warisnya untuk melunasi secara sukarela atau digugat paksa oleh negara jika tak mau membayar secara sukarela.

Itulah antara lain manfaat praktis pragmatis dari pengumuman berita kematian ke khalayak seluas mungkin. Terlepas apapun agama dan kepercayaannya.(*)

SUTOMO PAGUCI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun