Kalangan Tionghoa sering mengumumkan berita kematian di media massa. Sebenarnya apa sih manfaat praktis mengumumkan berita kematian kepada khalayak?
Sebelum mengulasnya, izinkan saya sedikit bercerita pengalaman pribadi.
Belum lama ini saya berjumpa dengan seorang famili jauh setelah sekian lama tak bertemu karena ia berada di provinsi lain. Dengan hangat saya bertanya bagaimana kabar si Anu bin Fulan (anaknya). Nada pertanyaan itu begitu yakin dan riang menunggu jawaban kabar baik.
Betapa terkejutnya saya, pertanyaan itu mendapat reaksi terdiam, hening, tertunduk, lalu bahu bapak famili ini mulai bergetar. Ia menahan tangis.
Saya merasa kikuk, merasa bersalah atas pertanyaan itu, karena ternyata anaknya sudah dua bulan lalu meninggal dunia. Saya baru tahu saat itu.
Dari sanalah terpikir betapa pentingnya mengabarkan, mengumumkan, tidak hanya di rumah ibadah, sekitar tetangga, famili dekat, di media sosial, seperti sudah biasa jadi tradisi, kapan perlu berita kematian diumumkan sejauh mungkin, seluas mungkin, misalnya melalui media massa cetak dan online seperti biasa dilakukan kalangan Tionghoa.
Dengannya khalayak luas jadi tahu, yang mampu dapat datang, membantu, memandikan, mendoakan, dan ikut menguburkan.
Itu antara lain manfaat dari sisi sosial. Dari sisi bisnis dan perikatan hukum keperdataan dan pidana, banyak hal bergantung pada status hidup atau mati seseorang.
Seorang debitor yang tiba-tiba meninggal dunia, maka kematian berakibat putusnya hubungan hukum kredit. Kredit terhenti. Sisa pokok pinjaman dan bunga dibayarkan oleh pihak asuransi bila pinjaman diasuransikan.
Jangan sampai terjadi pihak bank atau kreditor terus menagih angsuran kredit hanya karena tidak diberitahu atau terlambat diberitahu oleh ahli waris bahwa debitor telah meninggal dunia.
Hutang piutang lain dari orang yang meninggal dunia dibebankan pada budel waris, dan bila kurang jadi beban hukum, agama dan moral bagi ahli warisnya untuk melunasinya. Untuk itu khalayak perlu tahu agar menuntut ke ahli warisnya.