Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengulas Film | "Letter from an Unknown Woman" (2004)

17 November 2017   14:14 Diperbarui: 17 November 2017   14:43 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Letter from an Known Woman (2004)/Yesasia.com

Ini film sudah cukup berumur, tapi siapa tahu terlewat ditonton. Saya sendiri baru nonton sampai di menit ke-15.43 tapi tak tahan untuk mengatakannya. Film ini bagus sekali! Kesimpulan itu tak berubah setelah menontonnya hingga menit terakhir.

Berlatar pendudukan Jepang di Tiongkok tahun 1930-an s/d 1940-an, di suatu tempat di Beijing dan Siheyuan, dimana tinggal seorang gadis muda (Miss Jiang) yang diam-diam mencintai seorang pria, tetangganya, seorang penulis.

Cerita dan pemerannya terasa otentik, sekalipun diadaptasi dari novel Steven Zwieg 1922 berjudul sama dan telah banyak difilmkan.

Tiap adegan mengalir perlahan seperti arus sungai, sehingga ada jeda bagi penonton untuk berpikir, meresapi dan menikmati setiap detail.

Musiknya pun sangat indah. Sulih suara, yang membacakan surat, juga enak dan empuk.

Setiap kalimat yang ditulis dalam surat itu, yang diiringi adegan-per-adegan, terasa sangat dalam. Seolah memang telah mengendap lama. Energi dalam tiap katanya terasa sangat kuat menghentak.

Kutipan favoritku adalah ini:

"Di dunia ini tidak ada yang bisa menandingi cinta dari seorang gadis muda, yang sama sekali tidak menyadarinya. Karena cinta ini tidak memiliki harapan, dan sangat sederhana. Penuh kasih dan gairah."

Kutipan itu mampu mewakili keseluruhan gejolak perasaan cinta gadis muda pada pria dewasa, tetangganya, dengan segala ritmik yang tertahan tak terkatakan.

Cerita begini memang baru terasa maksimal puitis dan kedalamannya saat disampaikan dengan gaya khas Asia.

Jiang Wen juga berakting sangat cemerlang sebagai seorang intelektual dewasa, kutu buku, penulis, sekaligus Don Juan. Ia memperlakukan tiap wanitanya dengan agung, penuh hormat, lembut dan sarat pertimbangan.

Film yang diperankan sendiri, ditulis dan diarahkan oleh Xu Jinglei, ini, sangat layak ditonton. Atas karyanya ini Xu Jinglei mendapat penghargaan Festival Film internasional San Sebastian, 2004.(*)

SUTOMO PAGUCI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun