Kali ini saya akan review salah satu perlengkapan penting dalam dunia pendakian gunung dan petualangan alam pada umumnya, yaitu sepatu, tepatnya seri Treksta Alta GTX, yang kebetulan telah saya pakai selama tiga tahun, dan kini saatnya menceritakan kelebihan dan kekurangan sepatu ini.
Treksta merupakan brand sepatu internasional berasal dari Korea Selatan dan dibawa ke Indonesia melalui distributor PT Eigerindo MPI dengan gerai penjualan bernama Outlive.Â
Mengapa saya tertarik membelinya adalah karena penasaran dengan teknologi NestFIT design pada Alta GTX yang terpilih sebagai Gear of the Year di US Men's Journal 2010, selain tentu saja karena teknologi lain, seperti grip telapak pakai HyperGrip dengan IceLock technology, dan Gore-Tex yang tahan air dan bernafas sehingga kaki kering dan lebih cepat kering.
Teknologi NestFIT pada intinya berupa desain bagian dalam sepatu khususnya insole atau telapak-dalam yang menyesuaikan dengan kontur alami telapak kaki manusia agar telapak kaki senyaman mungkin saat berjalan lama dan jauh melalui berbagai macam medan perjalanan. Seperti apa sih pengalaman memakainya?
Setelah barang sampai, saya pun mencoba-pakai di rumah. Kesan pertama, ternyata benar, sepatunya sangat nyaman di kaki, telapak kaki benar-benar dimanjakan, dan terasa ringan juga saat melangkah. Tak sabar untuk mencobanya di medan trekking naik gunung yang sesungguhnya.
Singkat kata, sepatu ini menjadi sepatu favorit saya saat mendaki gunung, sehingga sepatu lain seperti merek Eiger, Hi-Tec, SNTA dll jadi lebih sering menganggur. Medan trekking yang dilalui berupa jalur bervariasi di gunung-gunung di Indonesia yang umumnya berupa tanah, lumpur, berbatu dan pasir.Â
Teknologi NestFIT nya bekerja dengan sangat baik. Telapak kaki terasa nyaman, persendian kaki lebih enak, tidak bikin ngilu, dibandingkan sepatu-sepatu merek lain yang pernah saya pakai, walaupun dibawa berjalan berhari-hari naik turun gunung.
Teknologi Gore-Tex nya juga berkerja dengan baik. Cukup tahan air, tapi bukan berarti "anti air". Artinya, saat melewati medan basah atau guyuran hujan ringan, sepatu tidak kemasukan air. Sepatu baru basah kuyub saat dihajar hujan lebat atau tercelup ke dalam air.
Hanya saja, masuk tahun ke-3, telapak kaki luar bagian tumit kiri dan kanan mulai sedikit mengelupas. Dengan intensitas pemakaian serupa, sepatu-sepatu saya yang lain, apalagi buatan lokal, juga mengelupas. Solusinya saya lem pakai lem sepatu "Shoe-goo" dan cukup kuat.
Di permukaan tanah yang keras dan licin telapak kaki sepatu ini tidak begitu "menggigit", jauh lebih menggigit telapak kaki sepatu boots harga Rp50000-an atau sepatu-sepatu yang khusus didesain untuk daerah tropis seperti Eiger Plum dan Kalamantara. Beberapa kali saya jatuh saat jalan turun gunung Dempo dari Pintu Rimba menuju jalan besar, yang kebetulan treknya sebagian berupa jalan tanah keras dan licin.
Selebihnya, sepatu ini tetap memuaskan. Walaupun begitu, saya merasa cukup beli sepatu ini sekali saja, kecuali jika nanti diperlukan untuk pendakian gunung dengan trek bersalju.(*)
SUTOMO PAGUCI