Lima jam saja diguyur hujan lebat, Kota Padang sudah dilanda banjir dahsyat di mana-mana, seperti hari Sabtu (9/9/2017) kemaren, siang hingga sore. Mengutip siaran pers Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, ketinggian banjir kemaren bervariasi, rata-rata 50 cm.Â
Pernah, bahkan cuma diguyur hujan lebat dua jam saja, Kota Padang sudah diserbu banjir. Kota ini makin rentan dan makin sering banjir.
Ada yang nakal berseloroh, padahal walikotanya dari PKS, nota bene partai agama, kok banjir makin sering terjadi?
20 tahun tinggal di kota ini, penulis mengamati perkembangan yang terjadi, khususnya pascagempa besar, September 2009 lalu. Beberapa tahun setelahnya, kota Padang makin rutin banjir.
Heran juga, tanah rawah (wet land) dan resepan air kok diperbolehkan untuk pemukiman dan perkantoran, lah mau pergi ke mana air yang disingkirkan itu? Di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, wet land terlarang untuk dialihfungsikan menjadi pemukiman.
Gorong-gorong sepanjang jalan A Yani, Permindo, Hangtuah, Pemuda, Pasar Raya, belakang Plasa Andalas, Bung Hatta, S Parman, Veteran dll umumnya berukuran kecil saja. Itupun di beberapa titik banyak tersumbat, ditutup jalan masuk, dan tertutup trotoar ambrol.
Gorong-gorong ini tak terintegasi, dalam arti, tak terhubung satu sama lain dan tak terus mengalirkan air tanpa henti, tak mengenal jalur tersumbat atau buntu.
Pembangunan pemukiman dan perkantoran yang menggusur daerah wet land, ditambah buruknya drainase, yang makin parah dari waktu ke waktu, mulai membuahkan hasil berupa banjir besar hanya karena diguyur hujan lebat beberapa jam saja.
Karena itulah, please, kalau ada bencana alam berupa banjir, jangan buru-buru salahkan alam atau cari kambing hitam kemaksiatan sebagai penyebabnya.(*)